HUKUM

Aneh! Ngaku Diancam Oknum Kades, Warga Pandeglang Heran Kasusnya Mendadak Disetop Polisi

DEMOCRAZY.ID
Desember 28, 2021
0 Komentar
Beranda
HUKUM
Aneh! Ngaku Diancam Oknum Kades, Warga Pandeglang Heran Kasusnya Mendadak Disetop Polisi

Aneh! Ngaku Diancam Oknum Kades, Warga Pandeglang Heran Kasusnya Mendadak Disetop Polisi

DEMOCRAZY.ID - Seorang warga Pandeglang, Banten bernama Hendi Pratama merasa aneh dengan keputusan polisi usai menyetop kasus yang dilaporkannya. 


Pasalnya, polisi malah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas kasus dugaan pengancaman dengan terlapor Uci Sanusi yang diketahui menjabat sebagai Kepala Desa Carita.


Pengacara Hendi, Satria Pratama mengatakan, kliennya merasa aneh dengan keputusan kepolisian yang tiba-tiba menghentikan kasus yang sedang ditanganinya itu. 


Padahal ia mengaku telah mengawal perkara ini sejak lama supaya bisa diputuskan hingga ke ranah pengadilan.


"Saya ada perkara dugaan tindak pidana pengancaman dan perkara ini malah di SP3-kan oleh polres. Ini keputusan yang aneh bagi saya dan klien saya karena dilakukan tanpa ada penjelasan yang kuat bagi kami," kata Satria saat berbincang dengan di Pandeglang, Selasa (28/12/2021).


Satria bercerita, semua ini bermula ketika kliennya melaporkan Uci Sanusi yang saat ini menjabat sebagai kepala desa ke Polsek Carita pada April 2021 silam. 


Uci dilaporkan atas dugaan pengancaman terhadap pelapor Hendi Pratama menggunakan senjata tajam jenis cerulit berdasarkan Pasal 335 KUHP.


Satria tak mengungkap bagaimana detail kronologi mengenai perkara ini. 


Namun ia menyebut, masalah ini terjadi karena adanya perselisihan antara kliennya dengan terlapor yang sama-sama bekerja di salah satu hotel di wilayah Carita, Pandeglang.


"Klien saya sama terlapor ini karyawan di sana, cuma terlapor sudah puluhan tahun kerjanya sementara klien saya baru bekerja di sana. Klien saya kemudian diberi jabatan strategis oleh pimpinannya yaitu mengatur keuangan termasuk gaji karyawan," ungkapnya.


"Dari situ, terlapor tidak terima ada anak yang baru masuk terus mengatur semua gaji karyawan. Munculah istilahnya senioritas, sampai akhirnya klien saya diancam waktu itu menggunakan cerulit sambil kerah bajunya diangkat," tambahnya.


Karena merasa terancam dengan tindakan terlapor, klien Satria lalu mendatangi Polsek Carita untuk melaporkan perkara ini.


Namun, perkara tersebut rupanya tak bisa langsung ditangani lantaran terlapor Uci Sanusi diketahui ikut dalam kontestasi Pilkades serentak di Pandeglang.


"Laporan kami sempat mangkrak karena waktu itu berdasarkan kesepakatan forkopimda, bahwa orang yang mencalonkan sebagai kepala desa dan sedang berhadapan dengan hukum maka proses hukumnya harus ditunda sampai beres pemilihan. Itu tanggapan dari kepolisian waktu itu," ujarnya.


Setelah Pilkades selesai dan terlapor Uci Sanusi dinyatakan menang dalam kontestasi tersebut, Satria sempat menanyakan kelanjutan laporannya itu ke penyidik Polsek Carita. Upayanya itu pun membuahkan hasil dan direspons penyidik kepolisian.


"Tanggal 25 Oktober dilanjutkan lagi BAP penyidikan, itu saya dampingi juga klien saya sama dua orang saksi. Nah waktu itu, Kapolsek sama Kanit Reskrimnya bilang mudah-mudahan minggu depan bisa ada penetapan tersangka, itu janji mereka setelah selesai BAP," ucapnya.


Saat waktu yang ditunggu tiba, penyidik Polsek Carita kata Satria rupanya tak kunjung memberi kejelasan mengenai penyidikan kasus yang tengah ditanganinya itu. 


Bahkan hingga berbulan-bulan, polisi tak kunjung memberikan informasi lanjutan mengenai hasil penyidikan tersebut.


Padahal kata Satria, perkara ini sudah dikonsultasikan ke pihak Polres dan Kejari Pandeglang. 


Kedua institusi itu pun menurutnya, sama-sama memberikan rekomendasi bahwa perkara ini bisa naik ke tingkat penyidikan selanjutnya.


"Dari Kasi Pidum Kejari (Pandeglang) perkara ini dinyatakan layak naik ke tahap penyidikan, dari polres juga sama waktu saya menghadap. Tapi ternyata ini kewenangannya ada di Polsek Carita karena memang tidak dilimpahkan ke polres," tuturnya.


Berbulan-bulan menunggu kejelasan mengenai penyidikan perkara itu, klien Satria malah mendapat surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) pada 13 Desember 2021. Surat tersebut juga ditandangani Kapolsek Carita Iptu Dadan.


Surat itu berkesimpulan untuk menghentikan penyidikan karena tidak memenuhi unsur laporan dugaan pengancaman berdasarkan Pasal 335 KUHP dan dinyatakan bukan merupakan tindak pidana. 


Di surat itu juga tercantum hasil gelar perkara di Aula Satreskrim Polres Pandeglang pada 11 Desember 2021 dan sudah dilakukan pemeriksaan hasil ahli hukum pidana.


"Ternyata saya ditipu. Pas saya tunggu kejelasan penyidikan perkara ini, malah keluar SP2HP yang isinya perkara saya ini tidak bisa dilanjutkan berdasarkan keterangan ahli," katanya.


Kekecewaan Satria bertambah karena di tanggal yang sama, Polres Pandeglang rupanya turut menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang ditandatangani langsung oleh Kanit Reskrim Polsek Carita Ipda Amrullah dan Kapolres Pandeglang AKBP Belny Warlansyah. Yang makin membuatnya heran, SP3 itu baru ia terima Senin (27/12) kemarin di saat kliennya tak tahu menahu adanya surat berisi penghentian penyidikan perkara tersebut.


"Karena surat itu enggak sampe ke klien saya, itu dikasihnya ke saksi doang. Surat itu baru dikasih tanggal 23 Desember, padahal suratnya sudah ada sejak tanggal 13 Desember. Dari saksi baru dikirim kemarin (27/12) ke saya, klien saya sama sekali enggak tahu soal surat tersebut," tuturnya.


"Ini saya rasa ada upaya yang dilakukan pihak Polsek Carita yang sengaja memainkan bahwa di tanggal itu SP3-nya tidak diserahkan, SP2HP dulu yang diserahkan sementara SP3-nya tidak. Jelas saya kecewa karena mekanisme SP3 ini keluar begitu kacau," imbuhnya.


Menanggapi hal itu, Kanit Reskrim Polsek Carita Ipda Amrullah mengaku mekanisme penghentian penyidikan perkara tersebut sudah pihaknya lakukan sesuai prosedur. 


Mulai dari meminta keterangan ahli pidana hingga gelar perkara di Polres Pandeglang, dua tahapan tersebut sama-sama menyimpulkan tak ada unsur pidana yang bisa dikenakan dalam perkara ini.


"Kita juga pertanyakan pada saksi ahli apakah ada pasal yg bisa diterapkan selain pasal 335, jawaban ahli tidak ada," ucapnya.


Karena sudah mengantongi keterangan dari ahli pidana, penyidik kepolisian lalu melakukan gelar perkara untuk menghentikan penyidikan kasus tersebut. 


Saat gelar perkara dilakukan, Amrullah memastikan semua penyidik sepakat untuk diterbitkan SP3.


"Karena jawaban ahli tidak ada pasal yang bisa diterapkan, perkara itu akhirnya tidak bisa dilanjutkan lagi. Akhirnya kita gelar dan semuanya sepakat untuk SP3," pungkasnya. [Democrazy/dtk]

Penulis blog