POLITIK

Menghitung Hari Rezim Jokowi

DEMOCRAZY.ID
November 20, 2021
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Menghitung Hari Rezim Jokowi

Menghitung Hari Rezim Jokowi

DEMOCRAZY.ID - KRISDAYANTI. Dari penyanyi menjadi politisi. Sang diva sempat membetot perhatian publik karena blak-blakan menghitung penghasilan sebagai anggota DPR. Jelas membuat kaget publik. Terlampau besar dibandingkan hasil legislasi para wakil rakyat di Senayan.


Semasa di puncak karier seni, salah satu lagu Krisdayanti yang booming, juga masih urusan menghitung. Kali ini bukan soal income. Tapi menghitung hari. Memberi deadline agar kekasihnya berperilaku jujur. Ketulusan hati. Jika tidak bisa, matikan saja kobaran cinta, alias bubar jalan.


Ketulusan, kejujuran inilah yang juga didamba seluruh penduduk negeri ini. Kondisi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan semakin buruk, dan jauh dari konsep negara demokrasi yang berlandaskan Pancasila.


Tahun lalu, tepatnya 18 Agustus 2020, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) pun, sudah mengingatkan  atas tata kelola penyelenggaraan negara, khususnya di masa pandemi Covid-19. Namun suara keprihatinan yang tertuang dalam Maklumat Menyelamatkan Indonesia itu, tidak mendapatkan respons pemerintah.


Padahal timbunan persoalan semakin besar dan memberatkan rakyat. Utang pemerintah, termasuk BUMN dan BI semakin tidak terkendali, dan berpotensi gagal bayar menurut Badan Pemeriksa Keuangan. Sesungguhnya, utang pemerintah sudah tidak terkendali sebelum pandemi Covid-19, demi membangun proyek infrastruktur yang tidak fisibel dan bukan merupakan prioritas kebutuhan rakyat.


Konsekuensinya, ketika utang semakin bertambah dengan alasan penanganan


pandemi, pemerintah justru tidak dapat meningkatkan penerimaan negara, salah satunya dari pemanfaatan sumber daya alam.


Ini akibat para mafia sumber daya alam, tidak membayar pajak sebagaimana mestinya. Bahkan mereka menimbulkan deforestasi dan kerusakan sumber daya alam yang mengancam kelangsungan lingkungan hidup generasi mendatang.


Ironisnya, rezim jokowi terus memburu pajak yang menambah berat kehidupan masyarakat lapisan bawah. Dari pajak sembako, pendidikan hingga kesehatan.


Aspek lain yang disoroti KAMI adalah peran para pejabat di masa pandemi. Mereka penentu  kebijakan penanganan pandemi sekaligus menjadi pelaku bisnis vaksin Covid-19 dan PCR. Ini menunjukkan kepada masyarakat bahwa para pejabat negara yang seharusnya menunjukkan kepedulian besar pada rakyat yang sedang kesulitan hidup, justru terlibat dalam konflik kepentingan.


Karena itulah dalam Maklumat kedua pada 12 november 2021 yang diteken Presidium KAMI Jenderal TNI Purnawirawan GATOT NURMANTYO, ROCHMAT WAHAB dan DIN SYAMSUDDIN, ada 3 persoalan besar yang mendesak diperbaiki pemerintah.


Pertama. Cengkeraman Oligarki dalam kehidupan negara telah membuat bangsa Indonesia terperosok dalam jurang kehancuran ekonomi. Bersatunya elit ekonomi dan politik menyebabkan roda ekonomi nasional dijalankan secara serampangan dan brutal. Sudah seharusnya pemerintah mengembalikan tata kelola ekonomi nasional dan sumber daya alam demi kemakmuran rakyat sesuai nilai sila ke-5 Pancasila dan Konstitusi.


Kedua. Presiden gagal dalam mengelola roda pemerintahan. Kondisi demokrasi, ekonomi, HAM, serta praktek rente kebijakan dan korupsi semakin memburuk tidak terkendali. Kepemimpinan nasional dalam menangani pandemi yang ditunjukkan kepada rakyat adalah kepemimpinan yang mengabaikan moral.  Keserakahan di tengah derita pandemi.


Selain tidak fokus memikirkan nasib rakyat, kepemimpinan nasional tidak punya kemampuan yang sesuai dengan tantangan dan beratnya persoalan. Padahal hal ini diperlukan untuk langkah perbaikan demi menyelamatkan Indonesia.


Ketiga. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menerima Judicial Review atas UU No.2 tahun 2020, seharusnya menjadi momentum pemerintah semakin transparan dan akuntabel, serta mengusut potensi kerugian dari perilaku korupsi serta rente atas kebijakan penanganan pandemi.


Dan sesuai putusan MK bahwa status pandemi Covid-19 harus dinyatakan paling lambat akhir tahun 2021, maka anggaran COVID yang disusun berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2020 harus dengan persetujuan DPR.


Kini saatnya pemerintah membuka ruang kepada publik untuk ikut mengawasi penggunaan


anggaran penanganan pandemi. Negeri ini perlu diselamatkan, dari ancaman kerusakan moral dan kehancuran di semua sektor kehidupan bangsa.


Jika dibiarkan, sama halnya menanti kehancuran. Tinggal menghitung hari.

Penulis blog