EKBIS

DPR Sebut TKA China Membludak di Industri Smelter, Jubir Luhut Bilang Begini

DEMOCRAZY.ID
Maret 12, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
DPR Sebut TKA China Membludak di Industri Smelter, Jubir Luhut Bilang Begini

DPR Sebut TKA China Membludak di Industri Smelter, Jubir Luhut Bilang Begini

DEMOCRAZY.ID - Juru Bicara Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, Jodi Mahardi, menanggapi tudingan banyaknya Tenaga Kerja Asing (TKA) asal China di industri Smelter Nikel.


Tudingan itu sebelumnya disampaikan anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mulyanto, yang menyebut banyak TKA yang bekerja di industri smelter tidak berkualifikasi tenaga ahli, dan di antaranya malah datang ke Indonesia dengan visa turis.


Menjawab tudingan itu Jodi mengatakan sejak awal pemerintah memiliki peta jalan atau roadmap untuk komoditas mineral nikel.


Selama puluhan tahun, kata Jodi, Indonesia tidak pernah memiliki yang namanya pabrik pemurnian nikel seperti saat ini, dan selama ini hanya ekspor terus bahan mentahnya.


"Terus kita baru mulai beberapa tahun terakhir sejak dipimpin Presiden Joko Widodo. Bagaimana bisa kita langsung mau punya pabrik mobil listrik? Kan tidak bisa seperti itu cara berpikirnya. Semua harus disiapkan dan dilakukan secara bertahap. Jangan kita jadi bangsa yang maunya semua instan," kata Jodi saat dihubungi, Selasa (23/11/2021).


Jodi mengatakan, butuh waktu untuk sampai kepada tahap pengembangan ekosistem mobil listrik.


Untuk beberapa tahun terakhir, masih fokus pada peningkatan produksi stainless steel dari hasil pengolahan nikel tersebut, sambil secara bertahap menyiapkan semua kebutuhan untuk pembangunan pabrik komponen baterai.


Selain itu, pemerintah juga mendorong pendirian politeknik di berbagai kawasan industri sebagai bagian dari komitmen melakukan transfer teknologi.


Jodi menegaskan bahwa semua itu butuh kerja dan waktu yang tidak sebentar.


"Belum lagi dengan segala keterbatasan seperti tenaga kerja skilled di sekitar lokasi yang memang harus kita akui saat ini masih kurang karena di era-era yang dulu memang penyiapan tenaga kerja yang dibutuhkan belum menjadi perhatian serius," ujarnya.


"Tapi ini juga jangan disalah artikan. Kita justru harus menjadikan ini sebagai potensi, artinya anak-anak muda Indonesia ke depan bisa mulai melirik bidang ini," tandasnya.


Sebelumnya Mulyanto meminta Luhut agar tidak lepas tangan dengan banyaknya tenaga kerja asing (TKA) China di industri smelter nikel.


Apalagi dengan alasan, bahwa kita tidak memiliki SDM untuk itu.


Menurut Mulyanto, kondisi banyaknya TKA yang bekerja di industri smelter tidak berkualifikasi tenaga ahli dan di antaranya datang ke Indonesia dengan visa turis, sangat merugikan tenaga kerja domestik dan pemasukan pajak negara.


"Masak TKA yang datang pada industri smelter ini berkualifikasi pekerja kasar dan dengan visa kunjungan. Ini kan merugikan kita. Pemerintah tentunya harus memastikan soal ini, agar tidak menjadi isu liar di tengah masyarakat," kata Mulyanto, dalam keterangannya, Selasa (23/11/2021).


Mulyanto menilai Indonesia memiliki SDM yang siap untuk dilatih mengelola smelter.


Smelter milik pengusaha domestik juga ada dan saat ini Mind ID dan PT Aneka Tambang sedang gencar membangun pabrik Feronikel di Halmahera dengan kapasitas 13,500 nikel dan Smelter Grade Alumina (SGA) di Mepawah, Kalimantan Barat dengan kapasitas 2 juta ton per tahun. Begitu juga smelter PT. Freeport Indonesia di Gresik.


"SDM Indonesia dapat disiapkan untuk mengelola smelter. Cuma kebijakan politik Pemerintah saja yang tidak memihak dan tegas terkait alih teknologi ini," ujarnya.


Menurutnya, kebijakan pemerintah terlalu memanjakan pengusaha smelter asing.


Harusnya ada kebijakan atau perjanjian semacam offset yang mewajibkan pekerjaan kelas menengah dan buruh diserahkan untuk tenaga kerja domestik, tidak bulat-bulat mendatangkan TKA.


"Kalaupun ini tidak bisa langsung dipenuhi, paling tidak dapat dilakukan secara bertahap melalui mekanisme pelatihan alih teknologi. Ini soal pilihan kebijakan dari pemerintah dan perhanjian dengan pihak asing," ucapnya.


Selain soal TKA, Mulyanto juga mendesak pemerintah terus mengevaluasi pelaksanaan program hilirisasi nikel ini.


Menurutnya jangan sampai nilai tambah dan efek pengganda (multiflyer effect) dari program ini jauh dari apa yang dijanjikan Pemerintah.


"Hilirisasi nikel ini kan program yang bagus, agar kita tidak mengekspor bahan mentah, tetapi bahan jadi dengan nilai tambah tinggi. Dengan demikian, penerimaan Negara akan meningkat. Selain itu dapat menyerap banyak tenaga kerja lokal," ucapnya.


"Namun, kalau prakteknya yang dihasilkan hanyalah produk nikel setengah jadi dengan nilai tambah rendah dan maraknya TKA berkualifikasi kasar. Tentu ini akan mengecewakan kita. Ini tidak sesuai dengan harapan," ucapnya.


Untuk diketahui saat ini, sebanyak 80 persen dari produk yang dihasilkan industri smelter nasional adalah bahan setengah jadi feronikel yang berkadar rendah (NPI).


Hanya 20 persen hasilnya berupa stainless steel (SS). Bahan nikel murni untuk industri baterai belum ada. 


Karenanya nilai tambah industri smelter ini hanya mencapai 3-4 kali dari bahan mentahnya. Tidak sebesar 19 kali sebagaimana yang dijanjikan pemerintah. [Democrazy/trb]

Penulis blog