HUKUM POLITIK

Akui Pencegahan Korupsi Tak Bertaring, Ketua KPK Firli Bahuri Ungkap Banyak Pejabat Sembunyikan Kekayaan

DEMOCRAZY.ID
November 09, 2021
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Akui Pencegahan Korupsi Tak Bertaring, Ketua KPK Firli Bahuri Ungkap Banyak Pejabat Sembunyikan Kekayaan

Akui Pencegahan Korupsi Tak Bertaring, Ketua KPK Firli Bahuri Ungkap Banyak Pejabat Sembunyikan Kekayaan

DEMOCRAZY.ID - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan penyelenggaraan negara yang bersih tidak bisa dipisahkan dari prinsip keterbukaan.


Dari situ, lanjut dia, kemudian diatur kewajiban para penyelenggara negara untuk melaporkan kekayaan mereka setiap tahun.


"Laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) tersebut dapat diakses secara bebas oleh publik. Tujuannya agar masyarakat ikut berpartisipasi mengawasi individu-individu penyelenggara negara, antara lain dengan memantau perkembangan kekayaan mereka," ujar Firli seperti dikutip dari akun Twitter @firlibahuri, Selasa, 9 November 2021.


Disebutkan, kewajiban penyampaian LHKPN sudah diatur sejak lebih dari dua dekade lalu, diawali dengan penerbitan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.


Ketentuan terkait dengan LHKPN diperjelas dan diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi yang telah direvisi lewat UU No 19/2019.


Ia menyatakan, dengan jangka waktu yang panjang itu, mestinya pelaporan kekayaan sudah menjadi kebiasaan yang dilakukan tanpa harus selalu diingatkan,


"Nyatanya, tidak demikian yang terjadi. Beberapa kali dalam setahun, KPK sampai harus mengeluarkan imbauan," ujarnya.


"Pada Agustus lalu, KPK menyindir-nyindir @DPR_RI yang baru sekitar separuh yang sudah menunaikan kewajiban melaporkan harta kekayaan. Kini, giliran BUMD yang disentil," sambungnya.


Ia menyatakan, KPK mengungkap ketaatan penyampaian LHKPN di lingkup BUMD sangat rendah.


Untuk tahun ini, baru 18,46% atau 202 dari 1.094 BUMD yang menyetor LHKPN.


"Padahal, tenggat pelaporan jatuh pada 31 Maret tiap tahunnya, sudah terlewat 7 bulan yang lalu," ujarnya.


KPK menyatakan lingkup BUMD memilik kerawanan tinggi terjadinya korupsi.


Hal itu terlihat dari data penanganan perkara yang ditangani KPK pada periode 2004 hingga Maret 2021. 


Sebanyak 93 dari 1.145 tersangka, atau 8,12% merupakan jajaran pejabat BUMD.


Data tersebut menempatkan BUMD sebagai instansi peringkat keempat penyumbang tersangka korupsi terbanyak setelah pemerintah kabupaten/kota, kementerian/lembaga, dan pemerintah provinsi.


Para penyelenggara negara tentu menyadari #LHKPN ibarat alat deteksi dini tindak pidana korupsi. 


Maka, tidak salah bila terhadap pejabat yang enggan melapor harta kekayaan, masyarakat berpandangan ada sesuatu yang disembunyikan_. Barangkali, itu karena ada hasil korupsi.


Ketidakpatuhan baru satu masalah. #KPK juga sudah mengungkapkan 95% data #LHKPN tidak akurat. Banyak penyelenggara negara tidak jujur melaporkan harta kekayaan mereka. Mulai tanah, bangunan, rekening bank, sampai investasi lain, ada saja yang mereka sembunyikan.


"Sayangnya, belum ada pengaturan penjatuhan sanksi tegas bagi penyelenggara negara yang tidak patuh menyampaikan #LHKPN. Demikian pula sanksi bagi mereka yang menyembunyikan kekayaan," katanya.


Untuk memperbaikinya, ia menilai, tidak ada gunanya menantikan kesadaran seluruh penyelenggara negara! Pemecahan persoalan tersebut memerlukan komitmen politik yang kuat di tingkat legislasi!," katanya.


"Ketidakpatuhan melaporkan harta kekayaan bagi pejabat publik merupakan salah satu mental korup yang harus dikikis!," sambungnya.


Oleh karena itu, lanjut dia, KPK mendesak DPR RI dan pemerintah menggodok aturan sanksi yang dapat memaksa penyelenggara negara patuh melaporkan kekayaan.


Ketentuan itu dimasukkan dengan merevisi UU Nomor 28 Tahun 1999. Pasalnya, undang-undang tersebut hanya mengatur sanksi administratif bagi pejabat yang mangkir melapor kekayaan.


Ía mengatakan, Sudah saatnya pula menghadirkan aturan pembuktian terbalik bagi penyelenggara negara. 


Mereka harus bisa membuktikan harta kekayaan yang dimiliki tidak diperoleh dari hasil korupsi.


"Dengan begitu, pencegahan korupsi baru bisa bertaring," tandasnya. [Democrazy/galamed]

Penulis blog