DEMOCRAZY.ID - Sebuah pesan suara viral menyebut ustaz di Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi menjadi wali setelah dilantik oleh Nabi Khidir dan Nyi Roro Kidul.
Belakangan diketahui bahwa isi dalam pesan suara itu hanyalah hoax.
Pihak Ustaz Encep yang diisukan sebagai wali membantah pernah mengeluarkan ucapan tersebut.
Namun, dalam pesan suara lainnya menyebut bahwa Ustaz Encep kerap tidak memakai baju alias telanjang dada ketika mengikuti kegiatan keagamaan.
Bahkan masih dalam pesan suara itu Ustaz Encep disebut Salat tidak memakai baju, selain pesan suara tersebar juga foto-foto yang seolah menegaskan pesan tersebut.
Belakangan hal itu dibantah sejumlah pihak, aparat desa hingga organisasi GP Ansor ramai-ramai membantah dan meluruskan soal telanjang dada Ustaz Encep.
Bantahan pertama datang dari Hamdin Al-Murdani, ketua DPC GP Ansor Kecamatan Surade mengatakan Ustaz Encep merupakan pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Ikhlas, Desa Cipendeuy, Kecamatan Surade.
"Dari awal pertama sampai ke hari 25 tidak sekalipun Ajengan Encep mengatakan bahwa dirinya adalah wali yang dilantik Nabi Khidir bahkan Nyi Roro kidul, sampai menjamin jamaahnya masuk surga. Sama sekali beliau tidak pernah berbicara seperti itu, jadi apa yang dibicarakan orang lain yang di pesan suara itu semuanya hoaks. Semuanya bohong dan saya pun berani bertanggung jawab karena saya terlibat selama 25 hari dari awal sampai akhir," beber Hamdin saat wawancara, Sabtu (2/10) kemarin.
Kegiatan yang dimaksud Hamdin adalah kegiatan mengawali legian selama 25 hari. Legian sendiri nantinya akan digelar satu bulan empat kali.
Soal penampilan Ustaz Encep yang dianggap nyeleneh karena tidak pakai baju, Hamdin menegaskan bahwa itu merupakan tugas dari gurunya.
"Berbicara enggak pakai baju, terserah orang mau pakai baju atau enggak, mau telanjang atau engga itu terserah sebetulanya. Hanya saja sedikit kurang elok dipandang menurut pandangan dzohir yang masyarakat lihat, namun itu bagi kalangan yang tak paham," ujarnya.
Hamdin juga mengatakan ada keterangan yang sengaja dipelintir saat beberapa orang termasuk Ustaz Encep dengan posisi berdiri kedua tangan saling tertaut disebut gerakan salat.
"Diisukan sedang salat, padahal sedang marhaba/mahalulqiam dan videonya juga ada. Beliau enggak pakai baju karena beliau pernah di pesantren, beliau juga pimpinan ponpes karena ada tugas dari guru akhirnya harus manut dan takdim kepada guru yang apapun diikuti. Karena enggak mungkin ada guru yang mencelakai muridnya dan sehingga enggak pakai baju bukan berarti enggak menutupi aurat ya. Yang beredar di masyarakat itu, dianggap tidak menutupi aurat," ujarnya.
Soal telanjang dada juga sempat ditanyakan Bakang Anwar As'adi, Kades Cipendeuy Kecamatan Surade kepada Ustaz Encep saat klarifikasi dilakukan pihak desa.
"Kami tanyakan itu ke beliau, jawaban beliau kami memahami. Beliau (memang) saat ini nyeleneh tidak pakai baju, untuk saat ini kata beliau karena santri harus taat pada guru," jelas Bakang.
Menurut Bakang, ketika seorang guru memberikan perintah maka sebagai santri atau murid tidak bisa membantah.
Harus patuh dan taat, karena di balik perintah guru tersimpan maksud tertentu.
"Ketika gurunya menyarankan seperti itu, mungkin ada maksud lain untuk bisa saja membangun mental dan lain sebagainya, beliau melakukan, kita paham itu. Tujuannya barangkali saya memahami ya mungkin itu supaya mentalnya terbangun dan lain sebagainya. Toh tidak pakai baju pun tidak keluar dari syariat islam, tidak memperlihatkan aurat," jelas Bakang.
Dipertegas oleh Bakang bahwa foto itu dicrop sedemikian rupa untuk memfitnah Ustaz Encep.
"Itu firnah luar biasa untuk Kyai Encep, dikatakan bahwa beliau salat tanpa memakai busana. Setelah saya klarifikasi ternyata itu bukan adegan lagi salat, itu lagi acara marhaba lagi mahlulqiam dan beliau menghadapnya ke Timur di mana jemaahnya menghadap ke Barat dan itu di ruangan aula bukan di masjid," jelas Bakang.
Menurut Bakang perbuatan memotong adegan video utuh lalu diplintir merupakan perbuatan tidak etis.
"Menurut saya itu sangat tidak etis ya, perlakuan yang sangat tidak benar sekali," katanya. [Democrazy/detik]