DEMOCRAZY.ID - Cucu Presiden RI pertama Sukarno, Didi Mahardika, menyebut kakeknya dibunuh di Wisma Yasoo.
Pernyataan ini sekaligus membuat kita kembali teringat soal Dokumen CIA yang pernah mengungkap rencana Amerika Serikat dalam menargetkan Sukarno usai gerakan 30 September 1965.
Berdasarkan catatan pemberitaan detikcom, pada Juli 2001 publik Indonesia dikejutkan dengan kabar ditariknya dokumen rahasia tentang kiprah pemerintahan AS pada saat terjadinya Gerakan 30 September 1965 (G 30S).
Padahal, baru beberapa hari sebelumnya, dokumen itu dibuka menyusul dilantiknya Megawati Soekarnoputri, putri mantan Presiden Sukarno, menjadi presiden RI ke-5.
Meski sudah ditarik, tak urung beberapa copy dokumen tersebut telah beredar.
Berikut beberapa bagian dari dokumen tersebut, khususnya yang menjelaskan apa yang terjadi di elite politik RI dalam kurun waktu Oktober 1965-Maret 1966. detikcom akan menyajikannya secara berseri.
Di poin pertama pada bab yang berjudul, "Kudeta dan Reaksi Perlawanan : Oktober 1965 - Maret 1966," begitu terjadi operasi penculikan para jenderal, CIA langsung mencurigai keterlibatan Soekarno. Namun tak dijelaskan apa yang mendasari kecurigaan tersebut.
Berikut teks dokumen CIA yang ditujukan kepada Presiden AS Lyndon Johnson. Menariknya, memorandum tersebut dikirim 1 Oktober 1965 pukul 07.20 AM waktu Washington DC, atau hanya selisih beberapa jam dari peristiwa pembunuhan para jenderal.
1. Sukarno Diduga Tahu Soal Penculikan
Memorandum untuk Presiden Johnson Washington, 1 Oktober 1965, 7:20 pagi
(Berikut teks laporan situasi oleh CIA)
Sebuah gerakan kekuatan yang mungkin telah menyebabkan implikasi yang jauh sedang terjadi di Jakarta. Kelompok yang menamakan dirinya "Gerakan 30 September" mengklaim telah mencegah "kudeta jenderal' di Indonesia. Sejumlah jenderal dan politisi telah ditangkap, dan rumah kediaman Menteri Pertahanan Jenderal Nasution dan Panglima ABRI Jenderal Yani berada di bawah pengawasan tentara.
Keputusan yang dikeluarkan oleh Letkol. Untung, Komandan Pasukan Pengawal Presiden (Cakrabirawa-red) menyatakan bahwa pemerintahan akan diatur oleh Dewan Revolusi Indonesia.
Menurut keputusan tersebut, dewan akan meneruskan kebijakan pemerintah yang sudah ada dan keanggotaan dewan akan segera diumumkan.
Belum ada keterangan mengenai peran aktif Presiden Soekarno. Radio pemerintah RRI adalah yang pertama kali mengumumkan bahwa Gerakan 30 September diorganisir untuk "menyelamatkan Presiden Soekarno yang kesehatannya mengkhawatirkan." Gerakan 30 September kemudian menyatakan bahwa Soekarno aman dan "terus menjalankan kepemimpinan bangsa."
Kelompok Gerakan 30 September mengklaim rencana kudeta oleh para Jenderal bersumber dari Amerika. Jaringan telepon eksternal di Kedutaan AS sempat terputus 3 jam sebelum RRI mengumumkan bahwa "kudeta" telah digagalkan. Aparat tentara ditempatkan di Kedutaan AS.
Tujuan yang ingin segera dicapai oleh Gerakan 30 September tampaknya adalah untuk menyingkirkan setiap peran politik oleh elemen-elemen ABRI yang anti-komunis dan perubahan dalam kepemimpinan ABRI. Tindakan terhadap elemen ABRI serupa tampaknya juga direncakan di luar Jakarta. Masalah ini bisa saja digunakan untuk membentuk aktivitas baru yang anti-Amerika.
Tampaknya mungkin saja Soekarno tahu sejak awal gerakan ini dan tujuannya. Namun langkah terpenting menyangkut timing dan detil rencana tampaknya dipegang oleh Wakil I Perdana Menteri Subandrio dan pemimpin komunis yang dekat dengan Soekarno.
2. AS Bantu ABRI
Kedubes AS di Indonesia, merekomendasikan pemerintah AS untuk membantu segala langkah ABRI mengatasi G 30S.
Karena inilah saat yang tepat untuk mengenyahkan komunisme dari Indonesia. Namun bantuan harus secara diam-diam.
Berikut dokumen yang mengungkapkan hal itu.
Telegram dari Kedutaan AS di Indonesia kepada Deplu AS Jakarta, 5 Oktober 1965 No.868
1. Berbagai peristiwa selama beberapa hari terakhir telah menyebabkan PKI dan elemen-elemen pro-Komunis bersikap defensif dan mereka mungkin akan memicu ABRI untuk pada akhirnya bersikap efektif terhadap Komunis.
2. Pada waktu yang bersamaan kami menyaksikan hal yang tampaknya seperti pengalihan kekuasaan dari tangan Soekarno ke seseorang atau beberapa orang yang identitasnya belum diketahui, yang mungkin mendatangkan perubahan kebijakan nasional.
3. Sekarang, kunci persoalan kita adalah apakah kita bisa membentuk perkembangan ini agar menguntungkan kita.
4. Beberapa panduan berikut mungkin bisa memberikan sebagian jawaban atas bagaimana sikap kita seharusnya:
A. Hindari keterlibatan yang terang-terangan karena seiring berkembangnya perebutan kekuasaan.
B. Akan tetapi, secara tersembunyi, sampaikan dengan jelas kepada tokoh-tokoh kunci di ABRI seperti Nasution dan Soeharto tentang keinginan kita membantu apa yang kita bisa, sementara di saat bersamaan sampaikan kepada mereka asumsi kita bahwa kita sebaiknya menjaga agar setiap bentuk keterlibatan atau campur tangan kita tidak terlihat.
C. Pertahankan dan jika mungkin perluas kontak kita dengan militer.
D. Hindari langkah-langkah yang bisa diartikan sebagai tanda ketidakpercayaan terhadap ABRI (contohnya memindahkan warga kita atau mengurangai staf).
E. Sebarkan berita mengenai kesalahan PKI, pengkhianatan dan kebrutalannya (prioritas ini mungkin paling membutuhkan bantuan kita segera, yang dapat kita berikan kepada ABRI jika kita bisa menemukan jalan untuk melakukannya tanpa diketahui bahwa hal ini merupakan usaha AS.
F. Dukung seluruh masukan informasi dan sarana-sarana lainnya yang ada untuk bisa menyatukan ABRI.
G. Ingatlah selalu bahwa Moskow dan Peking adalah akar konflik menyangkut Indonesia, dan bahwa Uni Soviet mungkin akan lebih sejalan pemikirannya dengan kita dibanding saat ini. Ini akan menjadi subyek pada pertemuan Country Team kita mendatang dan mungkin kita bisa memberikan rekomendasi untuk mengeksploitir fenomena ini.
H. Untuk sementara waktu, terus dan pertahankan sikap low profile.
5. Kami akan memberikan rekomendasi selanjutnya karena tampaknya hal-hal inilah yang paling sesuai untuk situasi yang tidak diragukan lagi akan berkembang cepat atau setidaknya belum pasti ini.
Green
Duta Besar AS untuk Indonesia
3. Sukarno Jatuh, AS Bersiap
Benar kata Adam Malik. Tanggal 11 Maret 1965, atas dasar Supersemar, ABRI bergerak cepat. PKI dibubarkan. Tapi Sukarno belum jatuh. Meski demikian, AS sudah menyiapkan langkah bila pemerintahan berganti.
Kesiapan AS ini terungkap dalam memorandum yang diberikan oleh Pembantu Khusus Presiden Walt Rostow kepada Presiden AS Lyndon B. Johnson. Isinya antisipasi yang akan menyusul kejatuhan Sukarno. Berikut dokumen tersebut.
Memorandum dari Pembantu Khusus Presiden (Rostow) kepada Presiden Johnson Washington, 8 Juni 1966, pukul 14:35.
Bapak Presiden:
AS mengharapkan Anda membaca lampiran tulisan tentang Indonesia. Ini merupakan ringkasan yang bagus tentang evolusi Indonesia dan kebijakan kita sejak 1 Oktober tahun silam. Poin operasionalnya adalah: jika Soekarno turun, kita akan menghadapi isu bantuan berikut:
- Tambahan bantuan darurat
- Penjadwalan ulang utang multilateral
- Bantuan berjangka panjang (terutama Eropa, Jepang, multilateral, namun mungkin juga beberapa bilateral AS).
- Kemungkinan, beberapa bantuan kecil militer untuk latihan dan aktivitas sipil.
Perencanaan yang diajukan atas masalah ini sangat bagus, bahkan bagi para tokoh penting Kongres
yang sudah diberitahukan soal ini. Sejauh ini, mereka cukup simpatik. Belum ada keputusan yang
diambil, kecuali Anda berkehendak memberikan petunjuk.
Walt
Source: detikcom