POLITIK

Pengamat Sebut Pilpres 2024 Bisa Berakhir dengan 'Pertumpahan Darah' Jika Tanpa Jokowi-Prabowo

DEMOCRAZY.ID
September 04, 2021
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Pengamat Sebut Pilpres 2024 Bisa Berakhir dengan 'Pertumpahan Darah' Jika Tanpa Jokowi-Prabowo

Pengamat Sebut Pilpres 2024 Bisa Berakhir dengan 'Pertumpahan Darah' Jika Tanpa Jokowi-Prabowo

DEMOCRAZY.ID - Pengamat Politik, M Qodari kembali menyinggung terkait amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.


Pencetus Jokowi-Prabowo 2024 tersebut, mengaku menjadi orang yang mengusulkan amandemen UUD 1945, karena adanya peristiwa khusus.


Hal itu disampaikan saat M Qodari hadir di acara Karni Ilyas yang disiarkan di kanal Youtube pada Jumat, 3 September 2021 malam.


“Saya adalah orang yang mungkin mengusulkan amandemen itu karena peristiwa khusus ya, dan walaupun dia khusus, implikasinya itu panjang,” ujarnya, dikutip  dari kanal Youtube Karni Ilyas Club, Sabtu, 4 September 2021.


Terkait peristiwa khusus yang dimaksudnya, M Qodari mengungkapkan bahwa hal itu berhubungan dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.


Dia mengaku mengantisipasi dan mengkhawatirkan apa yang akan terjadi pada tahun 2024, jika tidak ada duet pasangan Jokowi-Prabowo.


Menurut M Qodari, Indonesia akan berhadapan dengan situasi yang berakhir dengan ‘pertumpahan darah’.


“Saya mengantisipasi dan mengkhawatirkan dengan sekian argumentasi, sekian data, sekian koreksi, bahwa di tahun 2024 itu kalau tidak pasangan Jokowi-Prabowo, maka kita akan berhadapan dengan sebuah situasi di mana Pilpres kita akan bisa berakhir dengan pertumpahan darah. Dalam bahasa politiknya, from voting to violence,” tuturnya.


Bukan tanpa alasan, M Qodari mengungkapkan bahwa prediksinya tersebut dilihat dari situasi Pilpres di Indonesia yang semakin terpola.


“Karena kita melihat bahwa Pilpres kita itu semakin terpola, kepada pertentangan calon dari nasionalis dan Islamis,” ucapnya.


M Qodari menjelaskan pola Pilpres di Indonesia terdiri dari dua jenis calon, yakni calon Nasionalis dan calon Islamis.


Nantinya, pada saat kampanye, retorika terkait agama akan keluar, sama seperti apa yang terjadi pada saat Pilpres tahun 2014 lalu.


“Calon Islamis dengan Nasionalis, kemudian retorika agama itu keluar, bertaburan, bahkan menjadi hoaks misalnya tahun 2014 pak Jokowi disebut sebagai Kristen, disebut sebagai China, dan seterusnya. Lalu kita melihat misalnya di Pilkada Jakarta itu mesjid sudah dicoret-coret,” kata M Qodari. [Democrazy/pkr]

Penulis blog