DEMOCRAZY.ID - Para tokoh dan kyai di grup WhatsApp (WA) Santrine Gus Dur (muridnya Gus Dur) tak ketinggalan membahas tahi Irjen Napoleon Bonaparte.
Jenderal bintang dua itu menjadi pembicaraan ramai sejak beberapa hari terakhir lantaran menganiaya dan melumuri wajah Muhammad Kece dengan kotoran manusia di dalam tahanan.
Muhammad Kece adalah tersangka kasus penistaan agama. Dia menghina agama Islam dan Nabi Muhammad SAW.
Perbincangan seputar tahi Napoleon Bonaparte di grup WA Santrine Gus Dur diungkap oleh mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan dalam tulisannya berjudul ‘Tahi Napoleon’ pada Selasa (21/9).
Dahlan mengutip salah satu pendapat anggota grup WA yang menyebut Kece memang kurang ajar, tapi Napoleon juga salah menganiaya Kece di dalam tahanan, keduanya sama-sama salah dan melanggar hukum, tidak boleh ditolelir.
Pendapat anggota grup yang juga seorang kiai itu ditimpali oleh mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek), Prof Muhammad AS Hikam.
“Sekalipun kurang ajar Kiai, tetap harus mengikuti proses hukum dan tidak dibenarkan main hakim sendiri. Apalagi alasan agama. Agama kita tidak mengajarkan untuk itu. Apalagi ngelaburi taikk manusia,” timpal AS Hikam.
AS Hikam adalah seorang profesor, doktor, dan pernah menjabat menteri ristek di zaman Presiden Gus Dur.
Kini Prof Hikam mengajar di President University untuk banyak mata kuliah: di international relations, pengantar ilmu sosial dan budaya, diplomasi budaya, komunikasi internasional & budaya, dan pengantar politik ekonomi internasional.
Rupanya ada juga yang tidak sependapat dengan AS Hikam. Juga dari orang terkenal, yakni Ustaz Yusuf Mansyur.
“Untuk hal ini, saya setuju sama Napoleon, hehehe. Ampun. Saya ga bisa begitu, hehehe,” tulis Yusuf Mansur.
Prof Hikam langsung menimpali dengan dua posting berurutan: “Membela agama kita harus dengan cara cara yang tepat dan beradab,” tulisnya.
“Beradab… Kalo Napoleon dibenarkan maka akan bahaya ke depannya, akan ada perlakuan serupa nantinya. Ngapunten…Ngunu Yo Ngunu Tapi Yo Ojo Ngunu Toh !! Hii hii,” tambahnya.
Ada anggota grup yang langsung menyahut. Anggota grup itu berasal dari Cirebon:
“Kalau dalam hukum fikih, yang murtad dan melecehkan agama harus diperangi dan dipenggal…untung aja Kece ngga di Cirebon, klo disini dikarungin,” tulisnya.
Prof Hikam kelihatannya menjadi penegak pikiran Gus Dur. Komentar itu langsung ia jawab: “Fikih dengan hukum Indonesia beda, Kyai”.
Soal ”beda” itu dijawab lagi oleh yang menganut fikih tadi: “Hukum pemerintahan dan hukum di dalam tahanan beda”.
Ia ini punya alasan: “Saya sepakat, adanya shock terapy terhadap mereka yang melecehkan agama. Biar ke depannya gak ada lagi org seperti Kece jilid 2 dst”.
Prof Hikam didukung anggota grup lain: “Nabi pernah dihina-hina oleh orang kafir, bahkan ditawari malaikat Jibril untuk menghabisi mereka, tapi nabi memilih mendoakan mereka agar diberi hidayah. Jika setiap orang yang menghina Nabi lalu kita penggal kepalanya mungkin tidak muncul Umar bin Khattab yang makamnya di sebelah Nabi”. [Democrazy/pojoksatu]