POLITIK

Sindiran Menohok Rocky Gerung Soal Tangisan Megawati Saat Jokowi Dihina 'Kodok'

DEMOCRAZY.ID
Agustus 19, 2021
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Sindiran Menohok Rocky Gerung Soal Tangisan Megawati Saat Jokowi Dihina 'Kodok'

Sindiran Menohok Rocky Gerung Soal Tangisan Megawati Saat Jokowi Dihina 'Kodok'

DEMOCRAZY.ID - Pengamat politik Rocky Gerung sindir tangisan Megawati Soekarnoputri saat Presiden Jokowi dihina 'kodok' hingga kritik mural oleh Moeldoko.


Rocky Gerung menyebut istilah 'kodok' sesungguhnya lahir dari Istana karena Presiden Jokowi memelihara binatang tersebut sejak masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.


"Kodok itu evolusi dari cebong, cebong itu dari dua tahun lalu mungkin sekarang udah besar jadi kodok. Tetapi jadi berita justru karena Ibu Mega menangis hanya karena istilah kodok ditemukan untuk mengolok-olok Pak Jokowi. Padahal sebetulnya, kodok itu istilah yang dibuat sendiri oleh pihak Istana karena Pak Jokowi suka pelihara kodok lalu sewaktu-waktu orang di sekitarnya pakai topi bahwa 'kami bangga jadi cebong'," kata Rocky Gerung sebagaimana dikutip dari kanal YouTube Rocky Gerung Official pada Kamis, 19 Agustus 2021.


Rocky Gerung mengatakan bahwa seharusnya Megawati menangis apabila mengetahui kegagalan Presiden Jokowi dalam menjamin kesehatan rakyatnya di tengah pandemi.


Dia juga menilai bahwa pemerintah seolah meremehkan hilangnya ratusan ribu nyawa manusia akibat pandemi karena pemerintah yang sibuk mempertahankan kekuasaanya.


"Seharusnya Ibu Mega menangis karena kebijakan presiden yang gagal menyehatkan rakyat. Harusnya kita menangis karena ada 100.000 lebih manusia Indonesia tewas oleh Covid dan bahkan mesti kita bayangkan bakal ada 100.000 lagi karena pemerintah menganggap Covid ini bakal ada sampai 2024," ujarnya.


Rocky Gerung juga menyindir sikap Moeldoko yang mengkritik pembuatan mural dengan nada menyindir Presiden Jokowi.


Dia juga mempertanyakan maksud Moeldoko yang mengagung-agungkan Presiden Jokowi layaknya orang tua kandung.


Menurutnya, pernyataan Moeldoko yang menyamakan Presiden Jokowi layaknya orang tua kandung merupakan representasi dari feodalisme kekuasaan.


"Saya tentu nggak mungkin mengolok-olok orang tua karena orang tua itu nggak bisa diganti, walaupun orang tua itu bikin salah dia tetep ayah tetep ibu kan? Tapi presiden kalau bikin salah dia harus dikritik. Jadi presiden itu bukan orang tua, bukan bapak atau ibu, kita mesti hilangkan feodalisme ini," katanya.


Rocky Gerung mengatakan, presiden dipilih oleh rakyat setiap lima tahun sekali sehingga posisinya dapat dilengserkan sewaktu-waktu.


Berbeda halnya dengan keberadaan orang tua yang bersifat abadi dan kekal sejak lahir hingga kapanpun.


"Presiden dipilih untuk memimpin kita, dan karena dia dipilih dia bisa diturunkan. Kita ganti presiden lima tahun, kita nggak ganti orang tua setiap lima tahun," ujar dia.


Rocky Gerung juga berpendapat, pernyataan Moeldoko yang menyebut Presiden Jokowi layaknya orang tua kandung merupakan pernyataan orang-orang yang tidak memahami demokrasi karena menginginkan adanya pemimpin yang menjabat selama seumur hidup.


"Jadi kalau Pak Moeldoko punya perspektif bahwa Jokowi itu adalah orang tua, itu artinya dia jadikan presiden seumur hidup. Kan itu logikanya begitu, ini Pak Moeldoko juga nggak ngerti soal demokrasi," tuturnya. [Democrazy/pkr]

Penulis blog