HUKUM

Sesalkan KY 'Mute' Live Wawancara Calon Hakim Agung, Koalisi Pemantau: Bagaimana Rakyat Bisa Tahu Kalau Ditutupi Begini?

DEMOCRAZY.ID
Agustus 03, 2021
0 Komentar
Beranda
HUKUM
Sesalkan KY 'Mute' Live Wawancara Calon Hakim Agung, Koalisi Pemantau: Bagaimana Rakyat Bisa Tahu Kalau Ditutupi Begini?

Sesalkan KY 'Mute' Live Wawancara Calon Hakim Agung, Koalisi Pemantau: Bagaimana Rakyat Bisa Tahu Kalau Ditutupi Begini?

DEMOCRAZY.ID - Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menyesalkan langkah Komisi Yudisial (KY) yang me-mute live wawancara terbuka calon hakim agung di channel YouTube KY. 


Sehingga masyarakat tidak bisa menilai kualitas 24 nama calon hakim agung tersebut.


"Ini sebuah kemunduran proses seleksi dan melanggar 'hak publik untuk tahu'. Seharusnya proses verifikasi dan klarifikasi terhadap data-data publik, seperti laporan harta kekayaan, tidak boleh dibatasi oleh KY," kata anggota KPP Erwin Natosmal Oemar kepada wartawan, Selasa (3/8/2021).


Tes wawancara calon hakim agung hari ini diikuti oleh lima calon, yaitu Aviantara, Dwiarso Budi Santiarto, Suradi, Jupriyadi, dan Artha Theresia. 


Total 24 calon hakim agung 2021 yang masuk ke babak wawancara terbuka.


"Yang boleh ditutup/dibatasi itu hal-hal yang menyangkut privasi dan data-data pribadi, bukan data-data publik. Namun KY sekarang gagal untuk mendudukkan perbedaan antara perlindungan pribadi dan hak publik untuk tahu," ujar Erwin.


Langkah KY me-mute live wawancara tersebut dinilai mengebiri hak masyarakat. 


Sebab, terhadap mereka sebagai calon pejabat negara, masyarakat berhak tahu seluruh kepribadian calon. 


Apalagi putusan hakim agung nantinya tidak dapat diganggu gugat.


"Dalam seleksi ke depan, KY tidak boleh membatasi hak publik untuk tahu rekam jejak hakim. Ini kemunduran dibandingkan proses-proses seleksi sebelumnya," ucap Erwin.


Dalam catatan KPP, ada harta kekayaan calon hakim agung yang jumlahnya fantastis, yang mencapai Rp 43 miliar. 


Masalahnya, harta kekayaannya tiba-tiba melonjak pada 2018.


"Pertanyaannya, kenapa melonjak di tahun tersebut? Apakah sebelumnya memang sudah dimiliki dan tidak dilaporkan? Dan dilaporkan di 2019 hanya karena yang bersangkutan tahu akan diverifikasi dalam proses seleksi calon hakim agung tahun 2019?" tanya Erwin.


KPP berasumsi, jika menggunakan alasan pemberian suami, mengapa suami tiba-tiba memberikan di tahun tersebut, bukan di tahun-tahun sebelumnya.


"Komisi Yudisial dan KPK juga perlu memverifikasi apakah betul semua itu adalah pemberian suaminya. Berapa pajak atas harta yang jumlahnya sangat besar tersebut? Apakah cukup gaji sebagai hakim untuk membayarnya?" tanya Erwin. [Democrazy/trp]

Penulis blog