DEMOCRAZY.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumpulkan elite partai politik (parpol) koalisi pemerintah di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (25/8/2021) sore.
Banyak yang berspekulasi bahwa pertemuan tersebut, berkaitan dengan reshuffle atau kocok ulang kabinet.
Menurut Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya, pertemuan ini sesuatu yang rutin dilakukan.
Setidaknya, ada dua konteks yang bisa dilihat dari pertemuan ini.
Pertama, partai-partai politik saat ini tengah concern mengenai penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional (PEN).
Bagaimana peran parpol dalam penyelesaian pandemi Covid-19.
“Kedua hal itu yang dari dialog terakhir sama presiden bagaimana ketidakpastian itu (pandemi) tidak ada, tapi peran-peran partai dalam penyelenesaian Covid itu penting,” kata Willy kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (265/8/2021).
Yang kedua, sambung Willy, pasca pidato Presiden di Sidang Tahunan MPR kemarin, mungkin ada beberapa hal yang perlu didalami satu sama lain karena, sebagaimana terlihat di media masih ada beberapa parpol koalisi yang saling jawab di media, tentu ini butuh didalami.
“Dan butuh dirapatkan secara lebih bulat lah bahasa saya,” imbuh Wakil Ketua Baleg DPR ini.
Khusus tentang amandemen UUD 1945, Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem DPR ini menambahkan, di sana ada Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo kemudian direspons oleh Presiden Jokowi, amandemen itu membutuhkan dukungan politik.
“Tentu ini beberapa hal butuh dukungan politik. Beberapa hal, kalau itu (amandemen) Nasdem nolak, butuh metodologi yang komprehensif, beberapa partai lain juga nolak,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Willy menegaskan, dari pada antar parpol koalisi saling bersahutan di media, akan lebih baik jika duduk bersama.
Dan dengan Jokowi memanggil semuanya ini merupakan langkah yang tepat agar tidak terjadi miskomunikasi apalagi misinterpretasi.
“Ini merupakan suatu langkah yang tepat yang dilajukan presiden sore hari ini memanggil semua, yang paling penting dialog supaya tidak hanya miskomunikasi, tapi kalau sudah misinterpretasi sudat berat. Maksud hati baik tapi tangkapannya jadi lain itu berbahaya,” pungkas Willy. [Democrazy/okz]