HUKUM

Buntut Kontroversi Seleksi Anggota BPK, MAKI Ancam Gugat Puan Maharani

DEMOCRAZY.ID
Agustus 06, 2021
0 Komentar
Beranda
HUKUM
Buntut Kontroversi Seleksi Anggota BPK, MAKI Ancam Gugat Puan Maharani

Buntut Kontroversi Seleksi Anggota BPK, MAKI Ancam Gugat Puan Maharani

DEMOCRAZY.ID - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) berencana menggugat Ketua DPR RI Puan Maharani ke PTUN Jakarta. 


Gugatan tersebut terkait seleksi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).


Menurut keterangan Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Ketua DPR RI Puan Maharani telah menerbitkan Surat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor PW/09428/DPR RI/VII/2021 tanggal 15 Juli 2021 kepada pimpinan DPD RI tentang Penyampaian Nama-Nama Calon Anggota BPK RI berisi 16 orang.


Dari 16 orang tersebut, terdapat dua orang calon anggota BPK yang MAKI duga tidak memenuhi persyaratan, yaitu Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Z Soeratin. 


Berdasarkan riwayat hidup, Nyoman Adhi Suryadnyana pada periode 3 Oktober 2017 sampai 20 Desember 2019 adalah Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea-Cukai Manado (kepala satker eselon III), yang juga merupakan pengelola keuangan negara (kuasa pengguna anggaran/KPA).


Sedangkan Harry Z Soeratin pada Juli 2020 dilantik oleh Menteri Keuangan sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), yang juga merupakan jabatan KPA, dalam arti masih menyandang jabatan KPA.


"Atas dugaan tidak memenuhi persyaratan tersebut, MAKI minggu depan akan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta sebagaimana draf terlampir," kata Boyamin dalam keterangannya, Jumat (6/8/2021).


"Gugatan ini bertujuan membatalkan surat tersebut dan termasuk membatalkan hasil seleksi calon anggota BPK yang tidak memenuhi persyaratan dari kedua orang tersebut," tegasnya.


Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Z Soeratin dinilai seharusnya tidak lolos seleksi karena bertentangan dengan Pasal 13 huruf j UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. 


Pasal tersebut mengatur calon dapat dipilih sebagai anggota BPK, calon harus paling singkat telah 2 tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara.


Ketentuan pengaturan ini, menurut Boyamin, mengandung makna bahwa seorang calon anggota BPK dapat dipilih untuk menjadi anggota BPK apabila calon anggota BPK tersebut telah meninggalkan jabatan atau tidak menjabat di lingkungan pengelola keuangan negara paling singkat 2 tahun terhitung sejak pengajuan sebagai calon anggota BPK.


"MAKI merasa perlu mengawal DPR untuk mendapatkan calon anggota BPK yang baik dan integritas tinggi, termasuk tidak boleh meloloskan calon yang diduga tidak memenuhi persyaratan. Jika kedua orang ini tetap diloloskan dan dilantik dengan surat keputusan Presiden, MAKI juga akan gugat PTUN atas SK Presiden tersebut," ujar Boyamin.


Menurut Boyamin, pemaknaan terhadap Pasal 13 huruf j UU Nomor 15 Tahun 2006 juga disampaikan oleh Mahkamah Agung (MA) dalam suratnya Nomor 118/KMA/IX/2009 tanggal 24 September 2009 yang berpendapat bahwa Pasal 13 huruf j UU Nomor 15 Tahun 2006 menentukan bahwa calon anggota BPK telah meninggalkan jabatan di lingkungan pengelola keuangan negara selama 2 tahun.


Komisi XI DPR RI sebelumnya telah bersurat kepada pimpinan DPR RI soal proses seleksi dan uji kelayakan dan kepatutan 16 calon anggota BPK RI. 


Surat tersebut berkaitan dengan permintaan agar pimpinan DPR bisa meneruskan soal fatwa MA berkaitan dengan penilaian kepada 16 calon anggota BPK RI.


Hal tersebut disampaikan oleh anggota Komisi XI DPR RI, Fauzi H Amro. 


Dia awalnya menyatakan proses seleksi terhadap 16 anggota BPK RI berjalan seperti biasanya sesuai dengan prosedur yang berlaku.


"Prosesnya biasa saja, dilaksanakan sesuai prosedur. Komisi XI juga sudah beberapa kali melakukan fit and proper test, seperti misalnya pemilihan (Deputi) Gubernur Bank Indonesia. Artinya ini bukan pertama atau kedua, sudah sering," kata Fauzi Amro kepada wartawan, Selasa (3/8). [Democrazy/kmp]

Penulis blog