HUKUM

Ahli Hukum Sebut Kasus Sumbangan Rp 2 T Akidi Tio Penuhi Unsur Pidana Berita Bohong, Begini Penjelasannya

DEMOCRAZY.ID
Agustus 08, 2021
0 Komentar
Beranda
HUKUM
Ahli Hukum Sebut Kasus Sumbangan Rp 2 T Akidi Tio Penuhi Unsur Pidana Berita Bohong, Begini Penjelasannya

Ahli Hukum Sebut Kasus Sumbangan Rp 2 T Akidi Tio Penuhi Unsur Pidana Berita Bohong, Begini Penjelasannya

DEMOCRAZY.ID - Ahli hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai, kasus sumbangan Rp 2 triliun keluarga almarhum Akidi Tio bisa dipersoalkan di ranah pidana. 


Sebab, menurut dia, kasus itu disebut memenuhi unsur berita bohong yang tertuang dalam Undang-Undang tentang Peraturan Hukum Pidana. 


"Mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 46 Pasal 15 itu bisa, itu sudah jelas berita bohong," kata Fickar dalam sebuah diskusi daring, Minggu (8/8/2021).


Fickar menilai, niat keluarga mendiang Akidi Tio menyumbang bantuan penanganan Covid-19 sebenarnya masuk ke ranah perdata. 


Namun, karena sumbangan yang dimaksud tidak ada atau jauh dari nilai yang dijanjikan dan informasi ihwal sumbangan telah dipublikasikan secara masif, hal itu dapat disebut sebagai kebohongan yang memenuhi unsur pidana. 


"Karena itu menurut saya yang bisa masuk ranah pidananya itu adalah penyebar beritanya, penyebar berita yang sebenarnya itu berita bohong. Bisa juga si penyumbangnya, tapi bisa juga si orang lain yang kemudian memungkinkan berita itu tersebar secara masif ke mana-mana," ucap Fickar.


Fickar menyampaikan, unsur pidana dalam perkara ini bukan terkait tidak adanya sumbangan yang dijanjikan, melainkan penyebaran informasi tentang sumbangan itu sendiri. 


Jika informasi tersebut semula tak dipublikasikan, perkaranya tidak akan berkepanjangan. 


Oleh karena itu, penting untuk mengetahui siapa pihak yang menginisiasi publikasi penyerahan simbolis sumbangan tersebut.


Jika ternyata hal itu diinisiasi oleh pihak kepolisian, seharusnya ada tindakan administratif.


Namun, apabila gubernur atau kapolda Sumatera Selatan merasa dirugikan karena sempat menerima sumbangan tersebut secara simbolis, kata Fickar, mereka berhak mempersoalkan perkara ini. 


"Karena itu saya bilang, meskipun perbuatan materinya itu masih bisa kita perdebatkan pidana atau bukan, penipuan atau bukan, tetapi siapa yang mempunyai inisiasi untuk menyebarkan berita itu atau mempublikasikan berita itu saya kira itu bertanggung jawab secara pidana," kata dia. 


Adapun ketentuan tentang berita bohong dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 46 tentang Peraturan Hukum Pidana tertuang dalam Pasal 14 dan 15. Pasal 14 Ayat (1) berbunyi, "Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun". 


Kemudian Ayat (2), "Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun".


Sementara itu, pada Pasal 15 dikatakan, "Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun". [Democrazy/kmp]

Penulis blog