HEALTH

Ini Alasan Eks Dirjen Kemenkes Sarankan PPKM Level 4 Tidak Dilonggarkan

DEMOCRAZY.ID
Maret 12, 2024
0 Komentar
Beranda
HEALTH
Ini Alasan Eks Dirjen Kemenkes Sarankan PPKM Level 4 Tidak Dilonggarkan

Ini Alasan Eks Dirjen Kemenkes Sarankan PPKM Level 4 Tidak Dilonggarkan

DEMOCRAZY.ID - PPKM level 4 akan berakhir pada Minggu (25/7) besok. 


Belum ada keputusan kebijakan setelah 25 Juli, apakah PPKM akan dilonggarkan atau tidak. 


Mantan pejabat Kementerian Kesehatan dan WHO ini menyarankan PPKM level 4 dipertahankan tanpa pelonggaran.


"Sejalan dengan anjuran WHO, Indonesia dalam situation report 21 Juli 2021 beberapa hari yang lalu, maka situasi Indonesia sekarang memerlukan public health and social measure (PHSM) yang ketat (stringent), tentu dalam bentuk pembatasan sosial dan pembatasan pergerakan (movement restriction)," kata Profesor Tjandra Yoga Aditama dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (24/7/2021).


Profesor Tjandra Yoga Aditama adalah profesor bidang pulmonologi dan kedokteran respirasi Fakultas Kedokteran UI. 


Dia menjabat Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2P) dan PL Kementerian Kesehatan pada 2009-2014 dan mantan Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2018-2020.


Dia menyarankan pemerintah benar-benar mempertimbangkan risiko bila PPKM level 4 dilonggarkan. 


Risiko yang dia kemukakan adalah angka kematian COVID-19, beban rumah sakit bila pasien COVID-19 melonjak, dan dampak ekonomi apabila penularan virus Corona tidak terkendali.


"Kalau memang dipikirkan atau dipertimbangkan akan dilakukan pelonggaran, maka perlu dihitung betul dampaknya pada sedikitnya tiga hal: 1) korban yang mungkin akan jatuh sakit dan bahkan meninggal, 2) beban rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), dan 3) pada ujungnya kemungkinan dampak pada roda ekonomi juga kalau kasus jadi naik tidak terkendali," kata Tjandra.


Pertimbangan memperbaiki kondisi ekonomi dalam pelonggaran PPKM level 4 justru bisa menimbulkan akibat yang berlawanan. 


Bila keputusan jitu tidak diambil, ekonomi malah berpotensi memburuk.


"Jangan sampai pelonggaran diberikan karena alasan ekonomi dan lalu situasi epidemiologi jadi memburuk, maka dampak ekonominya malah bukan tidak mungkin jadi lebih berat lagi," kata Tjandra.


Tjandra juga menyarankan agar warga dengan pekerjaan bergaji bulanan tetap bekerja dari rumah. 


Pelonggaran dapat diterapkan khusus untuk sektor informal yang tidak mengandalkan gaji bulanan. 


Selanjutnya, pembatasan sosial harus disertai dengan bantuan sosial (bansos) yang terjamin.


"Salah satu 'penyesuaian' terbaik adalah bentuk PPKM setidaknya tetap seperti sekarang tetapi semua sektor terdampak mendapat bantuan sosial," kata Tjandra.


Dia menyarankan agar pemerintah memperhatikan tingginya angka kematian di Indonesia. 


Sudah lebih dari 1.500 orang meninggal dunia dalam sehari dalam suasana penerapan PPKM.


"Dalam hal ini tentu perlu untuk diantisipasi kemungkinan kenaikan kematian lagi kalau PPKM dilonggarkan. Kita tahu bahwa kalau kematian sudah dengan sedih terjadi, maka hal ini tidak dapat dikembalikan lagi," kata dia.


Selain angka kematian, positivity rate penularan COVID-19 juga masih tinggi, yakni 25 persen. 


Bila berdasarkan tes PCR, maka positivity rate Indonesia lebih dari 40 persen. 


Di sisi lain, varian Delta yang berlipat kali lebih menular masih perlu diwaspadai. 


Angka reproduksi varian Delta (Ro atau Rt) dapat mencapai 5,0-8,0.


"Artinya, potensi penularan di masyarakat masih amat tinggi sekali, sehingga pembatasan sosial masih amat diperlukan untuk melindungi masyarakat kita dari penularan dan dampak buruk penyakit COVID-19," kata Tjandra. [Democrazy/dtk]

Penulis blog