KRIMINAL PERISTIWA

Kemenlu Buka Suara Soal Viral RI Tolak 'Pencegahan Genosida'

DEMOCRAZY.ID
Maret 12, 2024
0 Komentar
Beranda
KRIMINAL
PERISTIWA
Kemenlu Buka Suara Soal Viral RI Tolak 'Pencegahan Genosida'

Kemenlu-Buka-Suara-Soal-Viral-RI-Tolak-Pencegahan-Genosida

DEMOCRAZY.ID - Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia memberikan klarifikasi terkait keputusan yang diambil perwakilan RI dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 18 Mei lalu.

Di dalam hasil pemungutan suara, perwakilan RI memutuskan untuk bersikap tidak atau NO, terkait pembahasan agenda sidang yakni laporan rutin dan tahunan (R2P) serta mengdopsi rancangan resolusi baru yang disampaikan oleh Sekretariat Jenderal PBB.


Isi laporan yang dibahas adalah soal pencegahan genosida, kejahatan perang, pemusnahan etnis dan kejahatan terhadap kemanusiaan.


Menurut keterangan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, agenda rancangan resolusi itu membahas pembentukan mata agenda baru tahunan Sidang Majelis Umum PBB tentang R2P. 


Kemudian sidang juga membahas permintaan Sekjen PBB untuk menyampaikan laporan tahunan tentang R2P di sidang umum.


Prosesnya dilakukan secara voting dan dimintakan oleh beberapa negara.


"Intinya Indonesia menolak pembentukan mata agenda baru dengan pertimbangan tidak perlu membentuk mata agenda baru, karena selama ini pembahasan R2P di UNGA (Majelis Umum PBB) sudah berjalan dan penyusunan laporan Sekjen selalu dapat dilaksanakan," kata Faizasyah saat dihubungi, Kamis (20/5).


"Pembahasan R2P oleh Sidang Majelis Umum PBB selalu dapat dilaksanakan dan sudah ada mata agendanya yaitu follow up to outcome of millenium summit," lanjut Faizasyah.


Selain itu, Faizasyah mengatakan konsep R2P juga sudah jelas tertulis di Resolusi 60/1 (2005 World Summit Outcome Document), paragraf 138 sampai 139.


"Posisi voting Indonesia adalah terkait rancangan resolusi dimaksud (prosedural) bukan terhadap gagasan R2P. Posisi Indonesia masih sama hingga kini, yaitu selalu aktif terlibat dalam pembahasan R2P semenjak 2005 hingga kini," ujar Faizasyah.


Faizasyah mengatakan Indonesia akan terus aktif dalam pembahasan R2P, terlepas dari posisi voting Indonesia.


Selain Indonesia, sejumlah negara juga menyatakan menolak agenda pembahasan sidang itu. Mereka adalah Korea Utara, Kyrgyzstan, Nikaragua, Zimbabwe, Venezuela, Burundi, Belarus, Eritrea, Bolivia, Rusia, China, Mesir, Kuba dan Suriah.


Keputusan sejumlah negara itu dikritik oleh lembaga nirlaba yang memantau PBB, UN Watch. [Democrazy/cn]


Penulis blog