AGAMA

Emosi Umat Islam Masih Tinggi, Din Syamsuddin: Ada Baiknya Presiden Jokowi Mau Minta Maaf Soal Bipang Ambawang

DEMOCRAZY.ID
Mei 12, 2021
0 Komentar
Beranda
AGAMA
Emosi Umat Islam Masih Tinggi, Din Syamsuddin: Ada Baiknya Presiden Jokowi Mau Minta Maaf Soal Bipang Ambawang

Emosi-Umat-Islam-Masih-Tinggi-Din-Syamsuddin-Ada-Baiknya-Presiden-Jokowi-Mau-Minta-Maaf-Soal-Bipang-Ambawang

DEMOCRAZY.ID - Polemik promosi bipang alias babi panggang Ambawang yang disampaikan Presiden Joko Widodo harus segera diakhiri. 

Apalagi, saat ini umat Islam sedang dalam suasana Ramadhan dan segera menyambut hari kemenangan.


Begitu imbauan dari Gurubesar Politik Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Din Syamsuddin kepada wartawan, Rabu (12/5).


Sehubungan dengan emosi umat Islam yang memuncak, Din Syamsuddin menyarankan agar Presiden Joko Widodo meminta maaf dan umat Islam memberi maaf.


“Ucapan presiden tersebut memang dirasakan sebagai "hadiah lebaran yang pahit", namun bagi umat Islam pesan Ramadhan imsak harus dapat mengalahkan perasaan pahit itu,” terangnya.


Sementara kepada para pembantu presiden, Din juga disarankan untuk tidak perlu memberi jawaban apolegetik karena tidak dapat diterima akal sehat dan hanya akan menambah ketakpercayaan rakyat.


Selanjutnya, mantan ketua umum PP Muhammadiyah itu berpesan kepada pemerintah agar lebih berhati-hati memberi pernyataan terutama yang dapat menyinggung perasaan umat beragama.


Termasuk dalam hal ini, pemerintah agar arif-bijaksana dalam menerapkan kebijakan yang berhubungan dengan keberagamaan rakyat.


Seperti SKB Tiga Menteri tentang Seragam Sekolah yang menghilangkan budaya keagamaan umat namun akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Agung, atau pengaturan mudik (yang berdimensi "festival budaya keagamaan" kuat.


“Semuanya harus diterapkan secara berkeadilan. Jangan kerumunan keagamaan dilarang tapi kerumunan bisnis dan wisata dibolehkan,” sambungnya.


Sementara itu, dalam suasana demikian dan dalam rangka Idul Fitri baik kiranya diadakan Silaturahmi Kebangsaan. 


Tentu syaratnya silaturahmi dimaksud berlangsung dalam "dialog dialogis”.


“Yakni dialog yang bertumpu pada ketulusan, kesetaraan, keterbukaan untuk penyelesaian masalah,” tutupnya. [Democrazy/rmol]

Penulis blog