POLITIK

Politikus Golkar Nurul Arifin Beberkan Kunci Selesaikan "Dualisme" Kepengurusan Partai Politik

DEMOCRAZY.ID
Maret 25, 2021
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Politikus Golkar Nurul Arifin Beberkan Kunci Selesaikan "Dualisme" Kepengurusan Partai Politik

Politikus-Golkar-Nurul-Arifin-Beberkan-Kunci-Selesaikan-Dualisme-Kepengurusan-Partai-Politik

DEMOCRAZY.ID - Dualisme kepengurusan dan konflik internal pernah dialami partai Golkar pada 2014 hingga 2016 lalu.

Partai Golkar pun berhasil menyelesaikannya dan kembali bersatu.


Kuncinya adalah menjaga soliditas internal partai politik.


Bila partai politik solid di dalam, maka dari luar akan sangat susah untuk menggoyangnya.


Sebaliknya, kalau partai politik tidak solid di internalnya, maka akan sangat mudah untuk diganggu dari luar.


Demikian pembelajaran dari Partai Golkar menghadapi gejolak dualisme kepengurusan pada 2014 dan kini berhasil bersatu kembali.


“Apa yang bisa kita petik dari apa yang menjadi pengalaman kami, yaitu pentingnya menjaga soliditas internal partai politik.”


“Karena seandainya kita solid di dalam, kalau dari luar mau goyang-goyang itu susah. Tetapi kalau dari dalamnya rapuh, maka itu akan menjadi sangat mudah diganggu,” ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin dalam Webinar ‘Merawat Soliditas Partai: Pembelajaran dari Pengalaman Partai-Partai Reformasi, seperti disiarkan di Channel Youtube Pusat Penelitian Politik LIPI, Kamis (25/3/2021).


Pada akhir 2014 lalu, terjadi dua Munas di Golkar, yakni di Bali pada 30 November–4 Desember, dengan Ketua Umumnya Aburizal Bakrie.


Sementara Munas Ancol, Jakarta, digelar 6-8 Desember dengan Ketua Umum terpilih Agung Laksono.


Sejak itu terjadi dualisme kepengurusan di Golkar.


Anggota Komisi I DPR RI itu menjelaskan dua Munas itu dipengaruhi juga dengan kondisi politik nasional pada pemilu 2014.


Selain soliditas, kata Nurul, hadirnya Mahkamah Partai sebagai lembaga yang netral penting juga dalam rekonsiliasi di internal partai berlambang beringin.


Paling tidak pada Januari 2016, Nurul menjelaskan Mahkamah Partai menunjuk tokoh-tokoh senior partai yakni BJ Habibie dan Jusuf Kalla untuk memimpin tim transisi.


Alhasil tim transisi mengusulkan diselenggarakannya Rapimnas dan Munaslub yang demokratis dan melibatkan pihak berselisih.


Kedua kubu pun sepakat menyelenggarakan Munaslub pada pertengahan 2016 lalu.


“Kami harapannaya saat itu adalah jangan sampai ada salah satu Ketua Umum versi masing-masing itu keluar dan mendirikan partai baru. Itu yang sangat tidak kami harapankan. Karena bisa mereduksi Golkar, walaupun di sisi lain kami bangga juga karena Golkar melahirkan partai-partai baru,” jelas Nurul.


Nurul menjelaskan berakhirnya dualisme kepengurusan di Golkar di Munaslub Bali pada Mei 2016, dengan terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar periode 2016-2019.


Ketua Umum terpilih imbuh dia, fokus pada rekonsiliasi dan konsolidasi demi menyambut Pilkada 2017 dan Pemilu 2019.


“Alhamudilillah hingga saat ini kondsi internal partai Golkar solid dengan dinamika yang stabil,” jelasnya.


“Sebagai politisi dibutuhkan sikap seorang negarawan yang mementingkan kepentingan bangsa di atas segalanya,” tegasnya. [Democrazy/trbn]

Penulis blog