Manuver Jhoni Allen itu terjadi setelah dia dan enam kader Demokrat lain dipecat dari partai terkait dugaan kudeta atas kepemimpinan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono pekan lalu.
Jhoni lewat keterangan video yang dikirim ke wartawan, menuding SBY selama ini tak berkontribusi maksimal untuk meloloskan Partai Demokrat ketika pertama kali hendak berpartisipasi sebagai parpol peserta pemilu 2004.
"Demi tuhan saya bersaksi bahwa SBY tidak berkeringat sama sekali apalagi berdarah-darah sebagaimana pernyataannya di berbagai kesempatan," kata Jhoni dalam keterangannya di video tersebut, Senin (1/3).
Jhoni juga menyatakan bahwa SBY bukan pendiri Partai Demokrat. Ia menyebut SBY baru bergabung belakangan usai Demokrat lolos verifikasi untuk mengikuti Pemilu 2004.
SBY, kata dia, baru bergabung dalam suatu acara usai menyatakan mundur sebagai Menko Polhukam di era Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri
"Pak SBY setelah mundur dari kabinet Ibu Megawati baru muncul pada acara Partai Demokrat di Hotel Kinasih di Bogor. Saat itu saya ketua panitianya. Ini menegaskan SBY bukanlah pendiri Partai Demokrat," kata dia yang keanggotaannya di DPR periode 2019-2024 terancam setelah dipecat dari Demokrat.
Lebih lanjut, Jhoni menceritakan pendirian Demokrat diteken 99 orang pendiri partai di Jakarta yang disahkan dalam akta notaris.
Setelah itu, kata dia, barulah bermunculan para pendiri dan jajaran pengurus Partai Demokrat di seluruh wilayah Indonesia.
Para pengurus Demokrat di seluruh Indonesia kala itu, kata dia, saling berjuang agar Partai Demokrat bisa lolos tahapan verifikasi KPU guna lolos ke Pemilu 2004 lalu.
"Saya beserta para pendiri dan senior partai Demokrat adalah pelaku sejarah Partai Demokrat. Saya menyatakan bahwa di dalamnya perjuangan para kader dari Sabang sampai Merauke bersusah payah, bekerja keras tidak mengenal lelah dan waktu untuk bersama-sama meloloskan Partai Demokrat pada verifikasi KPU untuk menjadi peserta Pemilu 2004," klaim Jhoni.
Meski demikian, Jhoni menyayangkan kini Partai Demokrat dicap sebagai partai dinasti atau kekeluargaan.
Hal itu mulai terlihat saat digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) pertama di Bali tahun 2013. Kala itu, SBY menjadi Ketum. Sementara anak keduanya, Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas menjadi Sekretaris Jenderal.
"Ini baru pertama kali di Indonesia, bahkan di dunia, untuk pertama kali partai politik bapaknya SBY ketum, anaknya sekjen. Sejatinya SBY telah melakukan pengingkaran fakta sejarah lahirnya Partai Demokrat," ujarnya.
Lebih lanjut, Jhoni juga menyinggung SBY telah melakukan pelbagai upaya untuk melanggengkan kekuasaannya di Demokrat.
Salah satunya dengan melakukan kudeta terhadap kepemimpinan Demokrat di bawah kendali Anas Urbaningrum pada 2013 sialm.
Jhoni menceritakan kala itu SBY yang berstatus sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat membentuk presidium usai Anas tersandung masalah hukum korupsi.
Padahal, menurutnya, Anas yang masih berstatus sebagai Ketua Umum Demokrat hasil Kongres II karena saat tersandung korupsi belum ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Anas yang tidak memiliki fungsi lagi menjalankan roda partai Demokrat sebagai Ketum. Inilah kudeta yang pernah terjadi di Demokrat," klaim Jhoni.
Setelah itu, Jhoni menjelaskan SBY langsung terpilih sebagai Ketum Demokrat menggantikan Anas yang sudah berstatus sebagai tersangka dalam KLB di Bali tahun 2013.
Jhoni juga menjelaskan dirinya sempat diperintah SBY agar Marzuki Alie tidak maju sebagai kandidat ketua umum pada forum KLB tersebut.
Padahal, Marzuki yang kala itu juga eks Ketua DPR periode 2009-2014 mendapatkan suara terbesar kedua setelah Anas pada Kongres II tahun 2010 lalu.
"Pada Kongres IV 2015 di Surabaya, SBY merekayasa jalannya kongres agar dia menjadi calon tunggal Ketua Umum Partai Demokrat. Inilah bentuk pengingkaran janjinya terhadap dirinya sendiri, dan para kader Partai Demokrat di seluruh Tanah Air," kata Jhoni.
Tak hanya itu, Jhoni turut menyatakan SBY juga ikut campur tangan pada Kongres V Partai Demokrat yang digelar 15 Maret 2020 lalu di Senayan, Jakarta.
Caranya, kata dia, SBY tak membahas tata tertib acara Kongres V mengenai mekanisme pemilihan Ketua Umum. Bahkan, sebutnya, banyak peserta yang diusir dari arena Kongres V.
Kongres V Partai Demokrat menghasilkan keputusan bahwa Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)--yang juga putra sulung SBY--ditetapkan sebagai Ketua Umum Demokrat
"Selain itu, tidak ada laporan pertanggungjawaban dari Ketua Umum SBY. Setelah pidato Ketua Umum SBY, peserta kongres yang tidak punya hak suara diusir ke luar dari arena kongres," klaim Jhoni.
Melihat hal itu, Jhoni menilai AHY yang kini telah berstatus sebagai Ketua Umum Demokrat tidak pernah ada upaya mendaki ke puncak.
Sebab, kariernya untuk mencapai puncak pimpinan partai dibantu sang ayah.
AHY, kata dia, juga tidak mengetahui cara untuk 'turun gunung' sehingga isu-isu yang berkaitan dengan kudeta Partai Demokrat harus dihadapi langsung oleh SBY.
"Makanya AHY berada di puncak gunung, tapi tidak pernah mendaki. Oleh sebab itu, AHY selaku ketua umum tidak tahu cara turun gunung, sehingga bapaknya SBY yang saya hormati menjadi turun gunung. Inilah yang saya sebut krisis kepemimpinan," kata Jhoni.
Jhoni sendiri merupakan salah satu dari tujuh kader Partai Demokrat yang telah dipecat sebagai anggota Partai Demokrat.
Selain Jhoni, terdapat kader lain seperti Darmizal, Yus Sudarso, Tri Yulianto, Syofwatillah Mohzaib, Ahmad Yahya hingga Marzuki Ali juga telah diberhentikan.
Demokrat Serang Balik Jhoni Allen
Menanggapi segala pernyataan Jhoni Allen Marbun soal SBY hingga naiknya AHY jadi ketua umum, Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrat Andi Arief menegaskan kader-kader yang sudah dipecat tersebut tengah mengubah taktik dengan berupaya merusak dan mengerdilkan partai.
Ia juga menilai para eks kader itu masih sakit hati akibat pemecatan oleh Dewan Kehormatan Partai.
"Mungkin ada yang tersinggung, ada yang tidak terima karena memang dipecat oleh sebuah partai kita bergabung itu menyakitkan, tapi ya itu kan buah dari tindak-tanduk, buah dari perlakuannya terhadap partai yang sudah tidak bisa ditolerir," kata Andi Senin (1/3).
Andi menilai pemecatan tujuh kader menjadi pelajaran bagi seluruh kader Demokrat.
Ia juga meminta seluruh kader untuk tetap bersiap menghadapi serangan-serangan dari para mantan kader itu.
"Kita lawan, kita hadapi dengan cerdik, cerdas, dan kita tidak boleh menyerah dengan ini. Ini bukan persoalan Ketum dengan para pemberontak, tapi masalah kita bersama," ujar mantan Stafsus Presiden RI di era Kepresidenan SBY.
Lebih lanjut, menurut Andi, dugaan kudeta Partai Demokrat ini sebetulnya sudah terendus sejak lama.
Pasalnya, ia mengklaim bahwa pihak-pihak yang ingin mengkudeta itu orang yang sama.
"Sudah kita duga sejak lama akan muncul, karena orangnya sama. Kita belum sempat melakukan tindakan tegas kepada mereka di 15-20 tahun sebelumnya, karena ketua majelis tinggi kita, Pak SBY sangat sayang sama kadernya, ingin menyatukan," ujar Andi.
Senada, Ketua DPP Partai Demokrat Dede Yusuf menilai rencana kudeta yang dilancarkan Jhoni Allen dkk. timbul karena tak nyaman dengan gaya kepemimpinan AHY yang merakyat.
Dede mengklaim AHY telah mengubah Demokrat dari partai elitis menjadi merakyat.
Demokrat, kata dia, lebih sering turun menyapa, mendengar, dan membantu rakyat.
"Banyak tokoh-tokoh senior tidak mendapatkan kesempatan tampil karena saat ini eranya berubah, orang harus perform di publik," ujar eks Wakil Gubernur Jawa Barat tersebut.
Episode wacana kudeta Demokrat sendiri berjalan sejak bulan lalu, di mana AHY mengirim surat ke Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengklarifikasi dugaan istana merestui manuver Kepala Sekretariat Presiden (KSP) Moeldoko untuk menggulingkan sang ketum. [Democrazy/cnn]