PERISTIWA POLITIK

Pasukan Kopassus Bergerak Ingin Kudeta, Sudah Siap Serang Ibukota

DEMOCRAZY.ID
Februari 12, 2021
0 Komentar
Beranda
PERISTIWA
POLITIK
Pasukan Kopassus Bergerak Ingin Kudeta, Sudah Siap Serang Ibukota

Pasukan-Kopassus-Bergerak-Ingin-Kudeta-Sudah-Siap-Serang-Ibukota

DEMOCRAZY.ID - Pasukan Kopassus pernah terlibat dalam sebuah gerakan kudeta. Gerakan kudeta ini ingin menjatuhkan pemerintahan dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).

Pasukan Kopassus sudah bergerak dari markasnya di Batujajar ke Jakarta. Para prajurit Korps Baret Merah siap mengepung ibukota.


Di tengah penantian, datang kabar gerakan kudeta ditunda. Alhasil Gerakan kudeta yang dirancang komplotan perwira TNI AD ini akhirnya gagal. 


Mengapa ini bisa terjadi? Kisah kudeta para perwira TNI AD yang melibatkan pasukan Kopassus ini terjadi di tahun 1956. Saat itu Kopassus masih bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD).


Pengangkatan Kolonel Nasution sebagai KSAD untuk kedua kalinya menimbulkan pro kontra di kalangan TNI AD.


 Kelompok kontra tidak ingin Nasution kembali lagi aktif di dunia militer. 


Kemal Idris mengaku diajak Kolonel Zulkifli Lubis untuk menumbangkan Nasution sebagai KSAD. 


"Zulkifli Lubis mengajak saya dan Komandan RPKAD Djaelani untuk menyerbu Jakarta. Tujuannya untuk mengganti pimpinan KSAD yang dijabat Nasution," ujar Kemal Idris dalam buku biografinya berjudul "Kemal Idris Bertarung dalam Revolusi".


Zulkifli Lubis adalah musuh bebuyutan Nasution di Angkatan Darat. Zulkifli Lubis pernah menjabat sebagai Wakil KSAD. 


Gerakan ini ternyata tidak hanya untuk menjatuhkan Nasution tapi lebih dari itu ingin menumbangkan kabinet Ali Sastroamidjojo. 


Saat itu di tubuh Angkatan Darat ada dua kelompok penentang pemerintah. 


Menurut Ulf Sundhaussen kelompok pertama adalah para perwira Sunda dengan tokoh utamanya Kolonel Sukanda Bratamanggala, Inspektur Jenderal Pendidikan dan Latihan.


Kolonel Sukanda memiliki koneksi kuat dengan Komandan RPKAD Mayor Djaelani. Mereka adalah sama-sama berdarah Sunda. 


Ada juga Mayor Djuchro Sumintadilaga, Komandan Garnizun Jakarta dan Achmad Wiranatakusumah, Komandan Resimen 8 Bogor.


Kelompok kedua adalah perwira yang bersimpati dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI) pimpinan Sjahrir. 


Tokoh kelompok ini adalah Letkol Kemal Idris, Komandan Resimen 9 dan Mayor Soewarto, Komandan Resimen 11. Kedua kelompok ini berkomplot ingin melakukan kudeta terhadap pemerintahan. 


Komplotan ini menyusun rencana operasional. Mereka akan menculik KSAD Nasution dan para perwira teras Angkatan Darat. 


Kemal Idris memimpin pasukan yang terdiri dari pasukan Siliwangi dan RPKAD.


Pasukan ini direncakan bertemu di Kranji, pinggir timur laut Jakarta. 


Saat pasukan ini bertemu, rencananya mereka akan menuju pusat kota melakukan pamer kekuatan.


Sementara Zulkifli Lubis dan Djuchro merencanakan kerusuhan rakyat. 


Diharapkan aksi ini menimbulkan keributan sehingga memaksa Presiden Soekarno membubarkan kabinet dan DPR. 


Lalu komplotan perwira ini akan memaksa Presiden Soekarno menyetujui syarat-syarat yang akan diajukan.


Dikutip dari Buku berjudul "Benny Moerdani Profil Prajurit Negarawan" karya Julius Poor, pada 16 November 1956, Komandan RPKAD Mayor Djaelani menerima perintah untuk menggerakkan pasukannya.


Sejumlah perwira memimpin pasukan RPKAD meninggalkan asrama di Batujajar menuju Jakarta. 


Karena gerakan ini sifatnya rahasia, hanya perwira tertentu yang dipercaya menggerakkan pasukan RPKAD. 


Pasukan RPKAD berjalan kaki melewati tengah sawah menuju Padalarang.


Sampai di Padalarang, sudah ada kendaraan truk yang siap mengangkut mereka. Mereka lalu bergerak menuju Jakarta melewati Karawang. 


Pasukan RPKAD menunggu pasukan dari Siliwangi pimpinan Kemal Idris di Kranji.


Sementara pasukan gabungan dari Resimen 9, 11 dan Korps Kavaleri pimpinan Kemal Idris juga ikut bergerak. 


Achmad Wiranatakusumah, Komandan Resimen 8 Bogor mengetahui pergerakan kelompok Kemal Idris.


Achmad kemudian menghubungi Komandan Sektor Banten, Mayor Supardjo. Supardjo bersedia bergerak menghalau laju pasukan pimpinan Kemal Idris.


Menurut Peter Kasenda dalam buku "Zulkifli Lubis Kolonel Misterius di Balik Pergolaka TNI AD", pasukan Achmad lalu memasang dinamit di sepanjang jembatan Rajamandala yang akan dilewati pasukan Kemal Idris. Mengetahui hal itu, pasukan Kemal Idris terpaksa mundur.


Komandan Garnizun Jakarta Mayor Djuchro yang ditugaskan menangkap Nasution juga tak berhasil menjalankan aksinya. 


Penyebabnya di hari H operasi, ia kedatangan tamu tak diundang Panglima Siliwangi Suprajogi.


Suprajogi tak tahu menahu mengenai rencana kudeta itu. Alhasil Djuchro pun tak bisa pergi kemana-mana. 


Sementara itu pasukan RPKAD sudah menunggu di Kranji. Hingga siang hari tak ada satupun pasukan Siliwangi yang muncul.


Datang utusan yang menemui Komandan RPKAD Djaelani. Utusan itu memberitahu penundaan gerakan. 


Djaelani menarik mundur pasukannya dari Kranji kembali ke Batujajar. Gagallah kudeta hari itu. Nasution langsung menindak para perwira yang terlibat.


Mayor Djuchro dicopot dari jabatannya dan ditahan di rumahnya. Kemal Idris dicopot dari jabatannya sebagai Komandan Resimen 9. 


Mayor Suwarto juga dicopot dari jabatannya. Mayor Djaelani dan tujuh rekannya di RPKAD dijatuhi sanksi disiplin. 


Mereka tidak pernah diajukan ke sidang militer. Masa pensiun mereka dipercepat. [Democrazy/sra]

Penulis blog