POLITIK

Pakar Ungkap 'Otoritarianisme Digital' oleh Militer Jadi Penyebab Merosotnya Demokrasi di Myanmar

DEMOCRAZY.ID
Februari 05, 2021
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Pakar Ungkap 'Otoritarianisme Digital' oleh Militer Jadi Penyebab Merosotnya Demokrasi di Myanmar

Pakar-Ungkap-Otoritarianisme-Digital-oleh-Militer-Jadi-Penyebab-Merosotnya-Demokrasi-di-Myanmar

DEMOCRAZY.ID - Direktur Eksekutif SAFEnet, Damar Juniarto mengungkap otoritarianisme digital menjadi salah satu penyebab merosotnya demokrasi di Myanmar. 

Menurut Damar, militer menjadi aktor penting dalam pengendalian internet di negara tersebut.


Damar mengatakan militer Myanmar telah menyadari bahaya internet, sehingga membuat mereka melakukan kendali penuh terhadap akses internet. 


Ia menyebut kelompok militer kerap mematikan jaringan internet.


"Militer Myanmar belajar tentang bahayanya internet yang bebas dan terbuka terhadap kendali militer sehingga militer nanti berperan dalam mengontrol internet di Myanmar," ujarnya dalam diskusi Migrant Care, Kamis (4/2).


Damar menyatakan segregasi demokrasi di Myanmar bukan saja terjadi di ranah offline. 


Sebagai bentuk pengawasan, katanya, kondisi tersebut juga terjadi di ranah online.


Di ranah online itu, kata Damar, kemudian lahir bentuk otoritarianisme digital. 


Damar mendefinisikan praktik otoritarianisme digital dalam tiga ciri, yakni sensor online, pengintaian siber, dan praktik internet shutdown.


Ia menyebut Myanmar saat ini tercatat sebagai negara yang paling sering menerapkan internet shutdown. 


Kondisi tersebut, katanya, kerap meresahkan warga, terutama berdampak pada 500-600 ribu warga muslim Rohingya.


"Myanmar sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang mempraktikkan internet shutdown sebagai langkah menjaga keamanan," katanya.


Sementara itu, mengutip laporan Freedom House pada 2019, Damar mengatakan Myanmar menjadi negara dengan tingkat kebebasan berekspresi paling anjlok di antara negara-negara kawasan Asia Tenggara. 


Kondisi itu, menurutnya, disebabkan oleh beberapa hal, seperti pemenjaraan aktivis dan jurnalis hingga pembantaian etnis Rohingya.


"Saya rasa ketika bicara regresi demorkasi bukan hanya di Myanmar tapi seluruh dunia. Dan secara khusus memang di Asia Tenggara Myanmar jadi sorotan," katanya. [Democrazy/cnn]

Penulis blog