HUKUM POLITIK

Pakar Siber Ungkap Masalah UU ITE Hingga Abu Janda

DEMOCRAZY.ID
Februari 17, 2021
0 Komentar
Beranda
HUKUM
POLITIK
Pakar Siber Ungkap Masalah UU ITE Hingga Abu Janda

Pakar-Siber-Ungkap-Masalah-UU-ITE-Hingga-Abu-Janda

DEMOCRAZY.ID - Lembaga Riset Keamanan Siber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) mendesak Presiden Joko Widodo dan Dewan Perwakilan Rakyat merealisasikan rencana untuk merevisi Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik).

Chairman CISSReC, Pratama Persadha mengatakan ada sejumlah pasal karet di dalam UU ITE yang sebenarnya sudah cukup diatur dalam KUHP.


"UU ITE ini memang sudah banyak dikeluhkan, terutama akhir-akhir ini digunakan untuk pelaporan banyak pihak. Tentunya kepolisian juga mendapatkan tekanan dari masyarakat, karena masing-masing pihak ingin laporannya dan pihak terlapor segera di proses," ujar Pratama dalam keterangan resmi diterima, Rabu (17/2).


Pratama menuturkan pasal karet yang ditemukan di dalam UU ITE adalah pasal tentang pencemaran nama baik. 


Kemudian pasal tentang hoax yang justru menyebabkan orang tidak bersalah menjadi bersalah.


Misalnya, beberapa kasus hoax yang malah ditangkap adalah pihak-pihak yang menyebarkan saja, yang bisa dibilang mereka merupakan korban karena terhasut dan tidak tahu konten yang diposting adalah hoax.


"Kita ingin UU ITE ini mendorong aparat untuk mengusut dan menangkap aktor intelektual. Memang dalam penyebaran sebuah konten hoaks ada saja masyarakat yang menjadi tersangka karena ikut menyebarkan meski tidak tahu dan bukan bagian dari tim hoaks," ujarnya.


"Namun ini kan sebenarnya mudah saja dibuktikan bahwa mereka ini bertindak sebagai korban, bukan bagian dari tim produksi dan penyebar. Inilah salah satu ketakutan masyarakat," ujar Pratama.


Lebih lanjut, Pratama melihat edukasi anti-hoax di masyarakat hampir tidak ada. Sehingga, masyarakat terkesan diancam, tapi tidak diberikan bekal.


"Bukan berarti pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 misalnya dihapus atau direvisi, lalu hoax bisa bebas tanpa hukuman. Ada pasal lain tentang pencemaran nama baik dan penghasutan di KUHP yang bisa digunakan. Tindakannya sama, hanya ini dilakukan di wilayah siber," ujarnya.


Di sisi lain, Pratama menilai masyarakat seharusnya dilindungi dan diberikan edukasi. Selama ini beberapa pasal UU ITE seperti menjadi momok menakutkan.


Kasus Abu Janda Bukti UU ITE Bermasalah


Ada dua kasus yang bisa menjadi bukti adanya masalah dalam UU ITE, yakni kasus Abu Janda dan pelaporan Dino Patti Jalal. 


Abu Janda yang menyebut islam sebagai agama arogan bisa dijerat UU ITE dan UU Penodaan Agama.


Sedangkan kasus Dino Patti Jalal, saat menjelaskan kasus pencurian SHM rumah ibunya di twitter dan instagram, malah dilaporkan karena dianggap mencemarkan nama baik dengan pasal 27 ayat 3.


"Untuk pasal 28 khususnya ayat 1 memang perlu diperjelas lagi. Agar masyarakat tidak menjadi korban karena menjadi penyebar konten hoaks misalnya. Jadi pasal 28 ayat 1 ini juga sering dijadikan bahan untuk menjerat para penyebar konten hoaks selain pasal 27 ayat 3 yang diarahkan pada pencemaran nama baik di internet," ujar Pratama.


Pratama menambahkan revisi UU ITE harus fokus pada pemidanaan pada para penyebar yang menjadi satu tim dengan aktor intelektual, maupun aktor kreator kontennya. 


Sehingga masyarakat yang mendapatkan konten hoax sekedar memposting tidak serta merta menjadi korban pemidanaan.


Meski demikian, dia tidak menampik ada risiko nantinya konten hoax bisa menyebar. Untuk mencegahnya, butuh edukasi terus menerus. 


Dia berkata masyarakat butuh pendekatan kultural, tidak selalu dengan pendekatan hukum yang membuat gusar.


"Memang sebaik apapun UU dan regulasi yang ada, tetap kemampuan aparat, jaksa, dan hakim adalah yang paling menentukan dalam proses keadilan di tanah air. Namun itikad baik Presiden Joko Widodo ini sebaiknya didukung seluruh elemen masyarakat agar segera dieksekusi DPR. Kita tunggu saja, semoga pemerintah segera mengajukan," ujarnya. [Democrazy/cnn]

Penulis blog