Makam tersebut adalah milik Durrohim (23 ) yang dibongkar setelah setengah tahun meninggal dunia.
Kematian pria 23 tahun ini dinilai janggal dan masih menyisakan misteri yang belum terungkap.
Sang istri, Faridatur Solihah (23) mengatakan, setelah ditinggalkan suaminya, Faridatus kini berjualan batagor dan aneka jajanan.
Dalam sehari, ia meraup penghasilan kotor rata-rata Rp 80 ribu untuk sekadar menyambung hidup sehari-hari.
“Baru kali ini saya jualan. Sedikit-sedikit, untuk jajan anak dan mencukupi kebutuhan keluarga,“ ujar Faridatus dengan nada lirih, Selasa (23/2/2021).
Masih kata Faridatus, bahwa sang suami baru dua kali ikut dump truk yang dikemudikan tetangganya untuk mengambil bahan tambang ke daerah Rengel, Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Itu pun karena menggantikan posisi ayahnya yang kebetulan sedang tidak enak badan.
Namun ia tidak menyangka, ketika menerima kabar duka, bahwa suaminya meninggal dunia. Terakhir kali bertemu, sebelum berangkat kerja.
Durrohim sempat berpesan kepadanya untuk baik-baik di rumah, menjaga anak semata wayangnya yang baru berusia 2 tahun.
Tak ada firasat sama sekali. Namun suara berisik cicak di dalam kamar, membangunkan tidur nyenyaknya, kemungkinan sebagai penanda Durrohim telah tiada pada malam itu.
“Waktu pas mau Subuh, ada suara cicak membangunkan saya, pas nyenyak-nyenyaknya tidur. Nggak mengira sama sekali akan terjadi seperti ini, “ kenang Faridatus.
Di sisi lain, paman korban, Supardi mengaku masih memendam dugaan bahwa Durrohim menjadi korban tindak kekerasan. Bukan terlindas truk tambang, sebagaimana informasi awal yang diterima keluarga.
Selain kondisi lukanya mencurigakan, ia juga bertanya-tanya, kenapa bekas darah korban di TKP (tempat kejadian perkara) tampak dihilangkan jejaknya dengan cara dibakar.
“Sengaja dirusak, bekas darahnya dibakar. Bau solar menyengat banget kok, “ kata Supardi.
Supardi memahami kesulitan polisi karena keterbatasan saksi di TKP yang mau berterus-terang atas peristiwa tersebut.
Hal itu pula yang menyebabkan kenapa makam Durrohim baru dibongkar untuk keperluan autopsi, setelah meninggal dunia bulan Agustus tahun 2020 silam.
Menurutnya, penentuan waktu autopsi bukan kehendak keluarga, karena keluarga korban sejak awal menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus kepada Polres Tuban.
Apalagi ia menyadari pihaknya tidak akan mampu menanggung biaya autopsi.
“Mau bilang gimana, saya ini orang kecil. Kita nggak mungkin mengajukan autopsi, karena nggak mampu bayar. Makanya kita serahkan kepada pihak kepolisian, dengan harapan polisi bertindak seadil-adilnya,“ ujarnya.
Sampai Selasa (23/2 malam, keluarga korban belum menerima informasi dari Polres Tuban terkait hasil autopsi jenazah Durrohim. Mereka memastikan akan sabar menunggu.
“Kita sabar menunggu sampai polisi ngasih tahu hasilnya,“ pungkasnya. [Democrazy/okz]