POLITIK

Gibran Tak Bisa Maju Pilpres 2024, Ini Alasannya

DEMOCRAZY.ID
Februari 17, 2021
0 Komentar
Beranda
POLITIK
Gibran Tak Bisa Maju Pilpres 2024, Ini Alasannya

Gibran-Tak-Bisa-Maju-Pilpres-2024-Ini-Alasannya

DEMOCRAZY.ID - Putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming, tidak bisa maju di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, baik sebagai capres maupun cawapres. 

Itu karena pada Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) menyebutkan, usia minimal 40 tahun sebagai salah satu syarat menjadi calon presiden dan calon wakil presiden.


Sementara itu, Gibran Rakabuming Raka kelahiran Surakarta 1 Oktober 1987 alias berusia 33 tahun saat ini. Sehingga, pada tahun 2024, usia Gibran baru sekitar 37 tahun.


"Kalau sesuai Undang-Undang Pemilu yang lama, Gibran tetap enggak bisa maju, kecuali tahun 2022 ada pembahasan Undang-Undang Pemilu dan mengubah usia minimum pencalonan menjadi 35 tahun," ujar Deputi Sekretariat Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Muhammad Hanif, Selasa (16/2/2021).


Hanif menjelaskan, syarat usia capres dan cawapres berdasarkan ketentuan Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah minimal 40 tahun. 


Karena itu, Gibran bisa maju di Pilpres mendatang jika syarat usia capres dan cawapres itu diubah dalam revisi Undang-Undang (UU) Pemilu.


"Iya (kecuali diubah-red), karena tahun ini (katanya) tidak ada pembahasan, pasti pembahasannya di tahun selanjutnya, soalnya bagaimanapun juga UU Pemilu (dan UU Pilkada) harus direvisi agar bisa selaras penjadwalan tahapannya, kalau tidak direvisi di tahun 2024 akan saling bentrok tahapannya," ungkapnya.


Di sisi lain, menurut dia, usia minimal 40 tahun sebagai salah satu syarat capres dan cawapres dalam Undang-undang Pemilu itu pas, tetapi belum ideal.


"Untuk menjadi presiden dan wapres, mungkin pertimbangannya pada usia ini seseorang sudah mapan secara ekonomi dan emosional. Tentu risikonya akan menghambat pemimpin-pemimpin muda yang di bawah umur 40 tahun, yang ternyata mereka secara ekonomi dan emosional sudah mapan," katanya.


Intinya, lanjut dia, segala sesuatu pasti akan ada risikonya. 


"Tinggal bagaimana pembuat undang-undang mengambil keputusan yang mana, apa sesuai kebutuhan atau sesuai kepentingan," tuturnya. [Democrazy/okz]

Penulis blog