Menurut Ujang, sebagai lembaga penegak hukum, seharusnya pihak kepolisian menerima laporan tersebut.
Kemudian, setelah itu baru diproses bukti-bukti yang diserahkan pihak pelapor, apakah laporan tersebut diterima atau tidak.
“Mestinya laporan tersebut diterima dulu oleh pihak kepolisian. Polisi tak boleh tak menerima laporan dari masyarakat,” kata Ujang dihubungi, di Jakarta, Jumat (26/2/2021).
Sebab, lanjut Dosen Universitas Al-Azhar itu, pelaporan yang dilayangkan tersebut adalah hak rakyat yang sudah diatur dalam konstitusi negara.
“Hak rakyat tuk melaporkan pemimpinnya. Karena rakyat dan pemimpinnya satu kesatuan,” ucap Ujang.
Kendati demikian, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini menegaskan, menolak atau diterimanya laporan masyarakat juga merupakan wewenang pihak kepolisian.
“Soal apakah laporan tersebut akan ditindaklanjuti atau dihentikan, itu tergantung dari pihak kepolisian,” pungkas Ujang.
Sebelumnya, Ketua Koalisi Masyarakat Anti Ketidakadilan, Kurnia mengungkapkan alasan Bareskrim Polri menolak laporan terhadap Presiden Jokowi.
“(Alasannya) Pihak Bareskrim fi SPKT itu menolak diksi “menolak laporan” meskipun faktanya keinginan kami membuat laporan tidak dikabulkan,” kata Kurnia dihubungi, Jumat (26/2/2021).
Meski laporan ditolak, tapi barang bukti yang dibawa saat melapor diterima oleh penyidik.
kan tetapi ia tak membeberkan alasan penyidik mengambil barang bukti tersebut.
“Laporan tertulis berikut bukti lengkap hanya diterima oleh TAUD lantai 2 Bareskrim diberi tanda terima berupa stampel dianggap sebagai dumas,” ujarnya. [Democrazy/psid]