EKBIS

Pengamat Sebut Pemulihan Ekonomi RI Bakal Lebih Lama dari Krisis 1998, Ini Alasannya

DEMOCRAZY.ID
Maret 12, 2024
0 Komentar
Beranda
EKBIS
Pengamat Sebut Pemulihan Ekonomi RI Bakal Lebih Lama dari Krisis 1998, Ini Alasannya

Pengamat-Sebut-Pemulihan-Ekonomi-RI-Lebih-Lama-dari-Krisis-1998-Ini-Alasannya

DEMOCRAZY.ID - Pengamat ekonomi mengamini proyeksi Bank Dunia yang menyebut bahwa Indonesia membutuhkan waktu lima untuk memulihkan ekonominya dan mengembalikan pertumbuhan ekonomi-nya ke level 5 persen. 

Bahkan, hitung-hitungan ekonom, proses pemulihan ekonomi RI bisa lebih lama dari pemulihan krisis 1998 silam.


Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto mengatakan krisis 1998 disebabkan karena permasalahan keuangan di Asia. Sektor yang terdampak akibat krisis hanyalah sektor keuangan.


Sementara, krisis kali ini terjadi akibat pandemi covid-19 atau virus corona. Covid-19 telah membuat hampir seluruh sektor runtuh, dari keuangan hingga usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).


"Bandingkan dengan krisis 1998 yang juga tidak pulih dalam waktu dua sampai tiga tahun, lebih dari lima tahun. Itu yang kena sektor keuangan saja butuh lima tahun," ungkap Eko, Minggu (31/1).


Makanya, ia berpendapat proyeksi Bank Dunia terhadap proses pemulihan ekonomi Indonesia terbilang cukup realistis. 


Ia juga menyatakan dampak dari krisis pandemi covid-19 akan terasa dalam jangka panjang.


Menurut Eko, salah satu upaya pemerintah dalam memulihkan perekonomian adalah dengan vaksinasi covid-19. 


Namun, proses itu diproyeksi memakan waktu cukup lama.


"Proses vaksinasi tidak mungkin selesai satu tahun. Kemudian, setelah itu baru diikuti dengan berbagai macam konsolidasi perekonomian," terang dia.


Eko mengaku belum memiliki perhitungan berapa lama waktu yang dibutuhkan Indonesia agar ekonomi bisa kembali ke level 5 persen. 


Hal yang pasti, ini semua tergantung bagaimana pemerintah menangani sektor kesehatannya terlebih dahulu.


Pasalnya, ekonomi tidak akan pulih jika pandemi covid-19 masih merebak di Indonesia. 


Sebab, kegiatan ekonomi tak bisa berjalan 100 persen jika penularan covid-19 masih terus meningkat.


Kegiatan-kegiatan pembatasan di ruang publik akan menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi. Namun, hal itu dibutuhkan untuk meminimalisir penularan covid-19.


"Sekarang buktinya kasus penularan terus naik, tapi ekonomi tidak bisa pulih-pulih," jelas dia.


Di sisi lain, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi lebih optimistis. Menurutnya, ekonomi Indonesia bisa kembali ke area 5 persen tahun ini.


Ia memiliki tiga skenario pertumbuhan ekonomi tahun ini. Untuk skenario optimis, ekonomi Indonesia diprediksi tumbuh 6 persen pada 2021.


Lalu, skenario moderat pertumbuhan ekonomi di angka 4,8 persen dan skenario pesimis di level 3,5 persen. 


Dari berbagai skenario itu, Fithra meyakini ekonomi Indonesia tumbuh positif pada 2021.


Meski ia lebih percaya pada skenario optimis yang dibuatnya, tetapi Fithra menyebut hal tersebut bisa terjadi dengan beberapa syarat. Pertama, percepatan vaksinasi.


"Harus ada intervensi dari sisi kesehatan. Vaksinasi penting sekali, butuh berapa lama suntik 180 juta orang. Kalau lebih dari satu tahun ini akan kehilangan momentum dan pemulihan ekonomi bisa lebih lama," ujar Fithra.


Kedua, penambahan stimulus. Fithra berpendapat angka ideal untuk penyaluran stimulus tahun ini sebesar Rp1.000 triliun. 


Angka itu jauh lebih besar ketimbang dana penanganan pandemi covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional yang disiapkan pemerintah tahun ini sebesar Rp553,09 triliun.


"Jangan pelit. Pengalaman negara maju saja 30 persen dari produk domestik bruto (PDB), Amerika Serikat (AS) di atas 10 persen, Jepang 21 persen dari PDB, dan Malaysia hampir 10 persen dari PDB. Stimulus yang diberikan pemerintah Indonesia masih di bawah rata-rata dunia," tutur Fithra.


Menurut Fithra, penyaluran stimulus harus diberikan ke seluruh sektor dan kalangan masyarakat secara merata. 


Hal ini agar terjadi pemulihan di seluruh sektor dan berbagai kelompok masyarakat.


"Bantuan langsung tunai (BLT) bermanfaat untuk masyarakat 40 persen dengan pendapatan paling bawah, untuk kelas menengah atas harus diperbanyak bantuan untuk sektor korporasi," pungkas Fithra. [Democrazy/cnn]

Penulis blog