DAERAH POLITIK

38 Organisasi Dukung Warga Adat Papua Tolak Kodim Tambrauw

DEMOCRAZY.ID
Januari 04, 2021
0 Komentar
Beranda
DAERAH
POLITIK
38 Organisasi Dukung Warga Adat Papua Tolak Kodim Tambrauw

38 Organisasi Dukung Warga Adat Papua Tolak Kodim Tambrauw
DEMOCRAZY.ID - Penolakan warga Kabupaten Tambrauw, Papua Barat atas pendirian Komando Distrik Militer (Kodim) 1810 Tambrauw menuai dukungan dari pelbagai pihak.

Setidaknya menurut Kuasa Hukum Pemilik Hak Ulayat. Lembaga Adat Suku Abun (Lamasa) Yohanis Mambrasar mengklaim sebanyak 38 organisasi masyarakat sipil dan tiga pegiat HAM menyatakan dukungan. 


Pembentukan Kodim 1810 Tambrauw yang diresmikan pada Senin (14/12) tahun lalu itu ditentang warga setempat.


Yohanis mengatakan, penolakan warga yang mengatasnamakan diri Forum Intelektual Muda Tambrauw Cinta Damai (FIMTCD) lantaran pembangunan dianggap tidak sesuai kebutuhan masyarakat.


"Mendesak Presiden Jokowi, Ketua DPR RI, Gubernur Papua Barat, Ketua DPR Papua Barat, Bupati Tambrauw, Ketua DPR Tambrauw dapat berkordinasi dengan pihak TNI untuk membatalkan Pembangunan Kodim Tambrauw," kata Yohanis melalui keterangan tertulis kepada CNNIndonesia.com, Minggu (3/1).


Tak hanya itu, Yohanis melanjutkan, pihak-pihak terkait di satuan Tentara Nasional Indonesia (TNI) terutama Panglima TNI, Pangdam 18 Kasuari Papua Barat, hingga Dandrem 181 PVT juga didesak untuk segera membatalkan pembentukan Kodim tersebut.


Saat ini kata Yohanes, puluhan organisasi masyarakat sipil yang juga bergerak di bidang Hak Asasi Manusia (HAM) telah menyampaikan dukungan terhadap penolakan warga Tambrauw.


"Turut mendukung warga Tambrauw dalam menyampaikan pendapatnya tentang penolakan pembentukan Kodim," kata dia.


Alih-alih membangun Kodim, Yohanis menyarankan pemerintah di Tambrauw sebaiknya lebih fokus bekerja demi kepentingan masyarakat sipil di daerah tersebut. 


Apalagi, masyarakat sebenarnya lebih membutuhkan perbaikan dan pembangunan berbagai fasilitas umum, bukan justru bangunan Kodim.


"Mendesak Pemerintah Tambrauw untuk lebih memfokuskan kinerja pada pembangunan kesejahteraan pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan (mikro), dan akses Jalan, jembatan, listrik dan jaringan komunikasi," ucap dia lagi.


Dalam perjalanannya, sejak awal wacana pembentukan Kodim 1810 Tambrauw ini mencuat, masyarakat di daerah tersebut telah mengajukan keberatan dan protes. 


Mereka, ungkap Yohanis, bahkan meminta pemerintah berdialog dengan masyarakat.


Masyarakat, menurutnya, meminta pemerintah untuk memfasilitasi warga Tambrauw menggelar musyawarah adat untuk mengambil keputusan bersama terkait pendapat soal pembangunan Kodim di Tambrauw.


"Namun sampai saat ini Pemerintah Kabupaten Tambrauw tidak pernah berdialog dengan masyarakat dan juga belum ada kesepakatan bersama antar seluruh masyarakat adat Tambrauw tentang pembangunan Kodim," beber Yohanis lagi.


Lagi pula kata dia, penolakan yang dikeluarkan warga tersebut bukan tanpa alasan. 


Pembangunan Kodim menurut Yohanis berpotensi membuka kembali luka trauma akibat kekerasan aparat puluhan tahun silam.


"Masyarakat juga masih trauma oleh operasi militer pada masa tahun 1960an -1970an yang dilakukan dengan cara kekerasan," Yohanis beralasan.


Selain itu untuk saat ini pembangunan Kodim bukanlah prioritas yang harus segera dilakukan. 


Mengingat, lanjut dia, warga berpendapat bahwa wilayah mereka aman dan damai, tanpa ada ganguan apapun.


"Justru kehadiran dan meningkatnya jumlah aparat keamanan TNI di Tambrauw pada beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan kekerasan dengan korban masyarakat sipil," tutur dia lagi.


"Sikap penolakan warga ini seharusnya dihormati oleh semua pihak, pemerintah dan TNI," pungkas Yohanis.


Adapun puluhan organisasi pendukung itu di antaranya Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Asia Justice and Rights (AJAR), Imparsial, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, Perkumpulan Advokat HAM Papua, Yayasan Tanah Merdeka Palu, ELSAM, YLBHI, WALHI Papua dan berbagai organisasi lain. [Democrazy/cnn]

Penulis blog